Trump: Pengakuan Yerusalem Ibu Kota Israel Sebenarnya Terlambat

Reza Gunadha Suara.Com
Kamis, 07 Desember 2017 | 08:04 WIB
Trump: Pengakuan Yerusalem Ibu Kota Israel Sebenarnya Terlambat
Sebuah mural di Betlehem, Tepi Barat, Palestina yang menggambarkan Presiden AS, Donald Trump dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu sedang bercipokan. Foto diambil pada Minggu (29/10). [AFP/Musa al Shaer]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden Amerika Serikat Donald Trump akhirnya mengumumkan secara resmi telah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Rabu (6/12/2017) waktu setempat.

Trump juga  telah memberikan arahan kepada Departemen Luar Negeri AS untuk memulai persiapan pemindahan kedutaan besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem, kota yang diklaim oleh warga Israel dan Palestina. Langkah ini diperkirakan akan memakan waktu beberapa tahun.

"Kupikir (keputusan) ini sudah lama terlambat. Banyak presiden yang ingin melakukan sesuatu dan mereka tidak melakukannya. Pengumuman ini menandai dimulainya sebuah pendekatan baru untuk konflik antara Israel dan Palestina," kata Trump di Gedung Putih, seperti dilansir Anadolu Agency, Kamis (7/12/2017).

"Tentu akan ada pertentangan dan perbedaan pendapat mengenai pengumuman ininamun kami yakin pada akhirnya, saat kami mengatasi pertentangan ini, akan ada pemahaman dan kerja sama yang lebih baik," terangnya.

Keputusan Trump ini bertentangan dengan kebijakan AS selama puluhan tahun, serta seluruh masyarakat internasional, kecuali Israel.

Tidak ada negara  lain yang memiliki kedutaan besar di Yerusalem. Hal ini juga cenderung menghalangi upaya untuk memulai kembali perundingan damai Israel-Palestina yang kini terhenti.

Langkah kontroversial Trump hampir pasti menggagalkan perundingan perdamaian antara Palestina dan Israel.

Warga Palestina menginginkan Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara masa depan mereka. Daerah tersebut telah diduduki oleh Israel sejak 1967.

Partai Republik telah sejak lama menyatakan AS harus memindahkan kedutaan besar dari Tel Aviv ke Yerusalem. Namun, semua presiden sebelum Trup, tidak ada yang mengambil langkah resmi untuk mengakui bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel.

Menurut Undang-undang Kedutaan Besar Yerusalem yang diadopsi Kongres AS pada tahun 1995, pemerintah AS perlu memindahkan kedutaan besar dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Namun, pada masa kepresidenan Bill Clinton, George W Bush dan Barack Obama, undang-undang tersebut ditunda setiap enam bulan sekali selama 21 tahun karena alasan “keamanan nasional”.

"Ada yang bilang mereka tidak memiliki keberanian, tapi mereka membuat penilaian terbaik berdasarkan fakta saat mereka memahaminya pada waktu itu," kata Trump merujuk pada para mantan presiden yang menandatangani penundaan.

"Setelah lebih dari dua dekade penundaan, kita tidak mendekati kesepakatan damai antara Israel dan Palestina. Akan menjadi kebodohan jika menganggap bahwa mengulangi cara yang sama sekarang akan menghasilkan hasil yang berbeda atau lebih baik," tambah Trump.

Para pemimpin Palestina menyerukan  "tiga hari kemarahan" untuk memprotes keputusan Trump.

Yerusalem adalah kota suci bagi umat Yahudi, Kristen dan Muslim, perubahan status kota yang diperebutkan tersebut mendapat tentangan keras.

Keputusan Israel untuk membatasi akses umat Muslim ke areal masjid al-Aqsa pada tahun 2015 memicu kekerasan jalanan antara warga Palestina dan pasukan keamanan Israel. Selain itu, keputusan Israel untuk memasang detektor logam di pintu masuk masjid awal tahun ini juga harus ditarik kembali setelah mendapat protes dari warga Palestina.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI