Perjuangkan Nasib Pekerja, 2 Pengurus SP Danamon Jadi Tersangka

Kamis, 07 Desember 2017 | 06:14 WIB
Perjuangkan Nasib Pekerja, 2 Pengurus SP Danamon Jadi Tersangka
Kantor Pusat Bank Danamon di Kuninga, Jakarta Selatan. [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Akibat video orasi dalam sebuah unjuk rasa tersebar di media sosial Serikat Pekerja, dua orang pengurus Serikat Pekerja Danamon dijadikan tersangka. Mereka adalah Abdoel Moedjib dan Muhammad Afif yang adalah Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Bank Danamon.

Status keduanya naik dari Saksi menjadi Tersangka setelah Penyidik Unit Cyber Crime Reskrimsus Polda Metro Jaya mengembangkan penyidikan atas laporan Cahyanto C. Grahana, salah satu staf legal Bank Danamon. "Diduga hal ini terjadi karena kedua pengurus SP Danamon tersebut sedang memperjuangkan hak-hak pekerja Bank Danamon yang selama ini disandera oleh kebijakan Direktur Utama Bank Danamon yang tidak berpihak ke pekerjanya," kata kuasa hukum SP Danamon, Bambang di Jakarta, Rabu (6/12/2017).

Adapun Abdoel Moedjib dituduh melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dan fitnah dan/atau menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP dan/atau Pasal 4 huruf b angka 2 jo. Pasal 16 UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Sedangkan Muhammad Afif dituduh menyebarkan video di media sosial yang berisi penghinaan dan pencemaran nama baik dan/atau menimbulkan kebencian berdasarkan SARA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (1) dan/atau pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Saat ini keduanya sedang menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya," jelasnya.

Baca Juga: Bank Danamon Bakal Dibeli Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ?

Diketahui bahwa video orasi yang tersebar adalah orasi dari Ketua Umum SP Danamon dalam unjuk rasa di Surabaya pada tanggal 9 Maret 2017. Dalam laporannya, diduga Direktur Utama Bank Danamon merasa dicemarkan nama baiknya karena orasi tersebut. Padahal, apa yang disampaikan dalam orasi tersebut tidak dimaksud untuk mencemarkan nama baik, melainkan ingin membuka fakta apa yang terjadi di lingkungan Bank Danamon terkait nasib para pekerjanya.

"Unjuk rasa tersebut dilakukan sebagai respon atas sikap Direktur Utama Bank Danamon yang sulit diajak bertemu dengan SP Danamon untuk membicarakan kasus-kasus ketenagakerjaan yang terjadi di lingkungan Bank Danamon, seperti PHK sepihak pekerja, pemblokiran e-mail Pengurus SP Danamon, penghalangan beribadah kepada pekerja dan lainnya," kata Kuasa Hukum SP Danamon, Gading dalam kesempatan yang sama.

Atas kejadian yang menimpa Pengurus SP Danamon, beberapa serikat buruh memberikan dukungannya. Gerakan Buruh Untuk Rakyat yang terdiri dari berbagai serikat buruh seperti KSPI, SP Bank Permata, SGBN, SP Johnson, dan lainnya, serta KSPI menyatakan dukungannya kepada perjuangan Abdoel Moedjib dan Muhammad Afif.

Apa yang menimpa pengurus SP Danamon merupakan bentuk usaha pemberangusan serikat pekerja atau union busting yang dilakukan manajemen Bank Danamon dengan bentuk melakukan intimidasi kepada Pengurus Serikat lewat kriminalisasi. Perjuangan membela anggota serikat adalah kewenangan yang dimiliki oleh pengurus SP Danamon.

Hal ini dilindungi oleh UU 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Dalam Pasal 28 UU 21/2000 dikatakan bahwa siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara melakukan intimidasi dalam bentuk apapun.

Baca Juga: Laba Bersih Bank Danamon Kuartal III 2017 Rp3 Triliun

"Atas perbuatan itu, sesuai Pasal 43 bahwa siapapun yang menghalang-halangi kegiatan serikat pekerja dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)," tutup Aprillia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI