Suara.com - Keputusan Paus Fransiskus untuk menggunakan diksi "Rohingya" dan meminta maaf kepada komunitas minoritas itu di pengungsian Bangladesh atas penganiayaan militer Myanmar terhadap mereka, menuai kecaman.
Sri Paus menggunakan diksi "Rohingya" dan meminta maaf kepada warga minoritas tersebut, saat mengunjungi mereka di pengungsian Bangladesh, Jumat (1/12/2017) pekan lalu.
Diksi "Rohingya" adalah terma yang tak bisa diterima oleh banyak warga Myanmar. Mereka menyebut kaum minoritas itu dengan sebutan "Bengali", yang berkonotasi imigran ilegal dari Bangladesh.
Kecaman dan hinaan terhadap Paus Fransiskus dilontarkan warganet Myanmar. Mereka menuduh Paus tak konsisten, karena saat mengunjungi Myanmar, pemimpin umat Katolik sedunia itu tak memakai kata "Rohingya".
Baca Juga: Tantang Trump, Presiden Putin: Yerusalem Ibu Kota Palestina
"Dia seperti kadal yang bisa mengubah-ubah warna karena cuaca," tulis seorang pengguna Facebook di Myanmar bernama Aung Soe Lin, seperti dilansir AFP.
"Meski dia pemimpin agama, seharusnya ia menjadi seorang agen penjualan karena bisa menggunakan kata yang berbeda seperti itu," kecam akun lainnya, Soe Seo.
"Paus Fransiskus adalah orang suci. Tapi, dia mengatakan hal berbeda di sini (Myanmar) dan berbicara berbeda pula di negara lain," tukas akun Ye Linn Maung.
Keputusan Paus yang tak menggunakan diksi "Rohingya" saat berkunjung ke Myanmar tersebut, disambut baik oleh pemeluk Katolik di negeri tersebut.
Sebab, sebelum Sri Paus datang, mereka mengkhawatirkan imam mereka tersebut menggunakan kata "Rohingya" sehingga dikhawatirkan militer Myanmar bakal menindas umat Katolik yang minoritas.
Baca Juga: Tolak Penggusuran Kulon Progo, Petani dan Jurnalis Dipukuli
Sementara saat mengunjungi kamp pengungsian Rohingya di Bangladesh, Sri Paus menggunakan kata "Rohingya" untuk menegaskan sikap keberpihakannya.