Petinggi pemerintahan AS lain mengungkapkan, keputusan Trump ini "Tidak akan ada efeknya pada isu yuridisial" mengenai posisi AS terhadap status Yerusalem Timur sebagai teritori Palestina yang dijajah.
Palestina sudah lama memproyeksikan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara mereka. Namun kawasan itu diduduki Israel sejak 1967.
Israel mengatakan, keseluruhan kota Yerusalem adalah ibu kota mereka dan terus meningkatkan pembangunan pemukiman Israel di kawasan itu sejak inagurasi Trump Januari lalu.
Ketika ditanya apakah Trump memikirkan potensi kericuhan yang bisa timbul karena langkah itu, juru bicara Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders mengatakan presiden AS itu "sudah menimbang berbagai faktor".
Baca Juga: Tolak Penggusuran Kulon Progo, Petani dan Jurnalis Dipukuli
Konsulat AS di Yerusalem memperingatkan warga AS di Israel agar "menjauhi daerah-daerah ramai dan tempat yang dipenuhi polisi dan militer" setelah muncul kekhawatiran mengenai protes pada Rabu.
Mereka juga melarang staf konsulat dan keluarga mereka ke Tepi Barat atau Kota Lama Yerusalem, kecuali dalam keadaan bisnis resmi dan ditemani pihak keamanan.
Langkah Trump ini memicu reaksi negatif dari berbagai negara dan partai-partai politik di Timur Tengah.
Trump dikabarkan "mendiskusikan keputusan mengenai Yerusalem" dalam sejumlah perbincangan telepon dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Raja Abdullah dari Yordania, Presiden Mesir Abdel Fateh Al Sisi, dan Raja Salman dari Arab Saudi.
Transkrip perbincangan telepon itu mengatakan "Presiden AS memastikan komitmennya terhadap memajukan perundingan perdamaian Israel dan Palestina, serta pentingnya mendukung perundingan itu".
Baca Juga: Tersingkir dari Liga Champions, Simeone: "Kami Tidak Gagal"