Polisi Bebaskan 15 Aktivis Penolak Penggusuran Petani Kulon Progo

Reza Gunadha Suara.Com
Rabu, 06 Desember 2017 | 10:46 WIB
Polisi Bebaskan 15 Aktivis Penolak Penggusuran Petani Kulon Progo
Alat-alat berat menghancurkan 42 bangunan rumah yang masih berdiri di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo. Daerah itu digusur untuk pembangunan Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA), Senin (4/12/2017). [Facebook]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kepolisian Resor Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, telah membebaskan 15 orang aktivis yang menggelar aksi solidaritas untuk warga korban penggusuran di Kabupaten Kulon Progo.

Kelima belas aktivis itu ditangkap saat menggelar aksi pada Selasa (14/12/2017) siang. Kapolres Kulon Progo Ajun Komisaris Besar Irfan Rifai, semua aktivis itu telah dibebaskan pada Selasa malam.

”Dibebaskan sekitar pukul 20.30 WIB, Selasa malam. Mereka hanya dimintakan keterangan dan didata,” kata Kapolres Irfan Rifai.

Baca Juga: Antisipasi Banjir, Sandiaga: Kami Siagakan Pasir Karungan

Ia juga membantah informasi adanya pemukulan aparat terhadap para aktivis. Ia mengklaim, aktivis yang terluka itu dikarenakan terbentur kamera milik rekannya sendiri.

Sehari sebelumnya, Senin (4/12), alat-alat berat menghancurkan 42 bangunan rumah yang masih berdiri di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo.

Rumah-rumah warga yang menolak penggusuran itu dihancurkan, untuk dijadikan lokasi pembangunan Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA).

Koordinator Pantauan Lapangan Aliansi Tolak Bandara Kulon Progo Heronemus Heron, mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam mengamankan rekan mereka.

Menurut Heron, seharusnya aparat tidak mendukung para investor NYIA, dan tidak berlaku sewenang-wenang, bahkan sampai melakukan pemukulan kepada rekan mereka.

Baca Juga: YLBHI: Penggusuran Paksa Petani Kulon Progo Langgar HAM!

Heron dan sejumlah rekan aliansi, sudah berada di kediaman warga penolak sejak 27 November 2017. Heron juga menilai, mereka tidak perlu mengajukan izin kepada Polres, atau sejumlah pihak lain, karena ketua Rukun Tetangga dan warga PWPP-KP telah mengetahui keberadaan mereka di sana.

Disinggung soal alasan aliansi membela warga penolak, ia menyatakan karena wilayah pembangunan NYIA merupakan lahan produktif.

Ketika ada warga yang tidak mau lahannya dijual, maka harus dihormati. Penolakan dari warga, adalah sebuah kekuatan, dan mereka tetap tidak boleh digusur.

"Ketika tidak ada lahan, mau kerja di mana? Lebih penting dari itu, ada ikatan sejarah dan tanah," tegasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI