YLBHI: Penggusuran Paksa Petani Kulon Progo Langgar HAM!

Reza Gunadha Suara.Com
Rabu, 06 Desember 2017 | 10:25 WIB
YLBHI: Penggusuran Paksa Petani Kulon Progo Langgar HAM!
Alat-alat berat menghancurkan 42 bangunan rumah yang masih berdiri di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo. Daerah itu digusur untuk pembangunan Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA), Senin (4/12/2017). [Facebook]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengecam aksi penggusuran paksa aparat terhadap warga yang berdiam di sejumlah desa di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ketua YLBHI Asfinawati, kepada Suara.com, Rabu (6/12/2017), mengatakan sejak Senin (27/11) pekan lalu hingga Senin (4/12) awal minggu ini, PT Angkasar Pura (AP) 1 melakukan aksi pengosongan lahan dan rumah petani di Kulon Progo.

Land clearing tersebut, dilakukan demi mega proyek pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta Baru (New Yogyakarta International Airport/NYIA).

Baca Juga: Ketua RT/RW Tak Lagi Wajib Bikin LPJ, Sandiaga: Tunggu Bu Premi

”Penggusuran paksa terhadap kaum tani yang tak mau menjual lahan garapannya untuk mega proyek itu adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Kami meminta penggusuran itu dihentikan,” tegas Asfinawati.

Ia mengatakan, aparat gabungan dan dan PT AP 1 secara sadar atau tidak, telah memungkiri sejumlah hak-hak dasar rakyat.

Ia mengatakan, penggusuran atas dasar PT AP 1 sudah mendapatkan izin leingkungan per 17 Oktober 2017 itu bisa diperdebatkan.

Pasalnya, kata dia, studi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang mendasari terbitnya perizinan tersebut cacat hukum nan akut.

”Cacat hukum paling mencolok adalah, aspek pelingkupannya, yakni tidak terpenuhinya kesesuaian lokasi rencana usaha dan atau kegiatan dengan rencana tata ruang sesuai ketentuan peraturan perundangan,” jelasnya.

Baca Juga: Tolak Penggusuran Bandara Yogyakarta Baru, 15 Orang Ditangkap

Itu belum ditambah mengenai deskripsi zona  lingkungan hidup kawasan itu, yang prinsipnya  daerah rawan bencana alam tsunami.

Status Kulon Progo sebagai daerah rawan tsunami itu termaktub dalam Pasal 46 ayat 9 huruf d Peraturan Presiden Nomor 28 tahun 2012 tentang RTR Pulau Jawa-Bali.

Pasal 51 huruf g Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2010 tentang RTRW DIY juga menyebutkan, Kulon Progo sebagai kawasan rawan tsunami.

Bahkan, Pasal 39 ayat 7 huruf a Perda Kabupaten Kulon Progo Nomor 1 Tahun 2012 Tentang RTRW  pun lebih detail menyatakan bahwa kawasan rawan tsunami salah satunya meliputi Kecamatan Temon.

Karenanya, secara ilmiah, NYIA Kulon Progo tak bisa dibangun. Kalau dipaksakan, hal itu justru membahayakan pengguna transportasi udara.

Sementara secara prosedural, proses studi amdal itu tidak dilakukan pada tahapan yang semestinya. Ada tahapan yang “dilompati” oleh PT AP1. Sebab, amdal itu tak disusun terlebih dulu sebagai prasyarat penerbitan Surat Keputusan Gubernur DIY Nomor 68/KEP/2015 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Bandara Untuk Pengembangan Bandara Baru di DIY.

”PT AP 1 justru ’melompat’ jauh ke tahapan groundbreaking (peletakan batu pertama pembangunan) dan bahkan sudah masuk ke tahapan kontruksi (mobilisasi alat). Padahal, amdalnya belum dibuat saat itu,” tukasnya.

Selanjutnya, Asfin mengatakan mega proyek yang mengorbankan hak hidup warga Kulon Progo tersebut tak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

Proyek itu juga tak sesuai Peraturan Presiden Nomor 28 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali), hingga Peraturan Daerah DIY Nomor 2 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DIY tahun 2009-2029.

”Dalam semua peraturan itu, tidak ada satu pun klausul yang ’mewasiatkan’ pembangunan bandar udara baru di Kulon Progo. Yang ada ialah pengembangan dan pemantapan fungsi bandara Adi Sucipto yang terpadu/satu kesatuan sistem dengan bandara Adi Sumarmo, di Kabupaten Boyolali,” ungkapnya.

”Karenanya, kami mengecam pengosongan paksa lahan warga tersebut. Apalagi, upaya itu dilakukan secara represif, yakni menggunakan alat berat, memobilisasi aparat negara, disertai pemutusan akses aliran listrik dan kekerasan lainnya,” ungkapnya lagi.

”Kami juga meminta Presiden Joko Widodo dan pemerintah setempat, serta PT AP1 untuk menghentikan seluruh tahapan pengadaan tanah untuk pembangunan Bandara Yogyakarta Baru dan mengembalikan hak-hak warga seperti kondisi semula,” terangnya.

Untuk diketahui, selain YLBHI, 15 LBH di bawah naungannya juga memunyai sikap sama. Lima belas LBH itu antara lain ialah LBH Jakarta, LBH Bandung, LBH Semarang, dan LBH Yogyakarta.

Selain itu, LBH Surabaya, LBH Aceh, LBH Medan, LBH Padang, LBH Pekanbaru, LBH Palembang, LBH Bandar Lampung, LBH Makasar, LBH Manado , LBH Bali, dan LBH Papua juga menolak penggusuran warga Kulon Progo dan menolak pembangunan bandara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI