Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan sejumlah alasan, kenapa mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar sampai saat ini belum ditahan, meskipun yang bersangkutan telah menjadi tersangka kasus suap.
Padahal, KPK sebelumnya sudah menetapkan Emirsyah Satar sebagai tersangka tindak pidana korupsi suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C di PT Garuda Indonesia pada Januari 2017.
"Kalau penahanan kan kewenangan dari penyidik. Kalau ditanya kenapa kan beda-beda dari setiap penanganan (kasus, red)," kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di gedung KPK Jakarta, Selasa (5/12/2017) malam.
Menurut Priharsa, penyidik pasti mempunyai pertimbangan objektif dan subjektif soal belum ditahannya Emirsyah Satar tersebut.
Baca Juga: Soal Keterlibatan Zumi Zola, Erwan Minta Ditanyakan ke KPK
"Pertimbangan objektif menyangkut dugaan pasal yang disangkakan itu diancam hukuman lima tahun lebih. Kalau pertimbangan subjektifnya yang bersangkutan dikhawatirkan menghilangkan bukti, mengulangi perbuatannya atau melarikan diri. Pertimbangan itu yang belum diambil oleh penyidik sampai dengan saat ini," tuturnya.
KPK telah menetapkan dua tersangka terkait kasus tersebut, yaitu Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo yang merupakan presiden komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA).
Emirsyah Satar dalam perkara ini diduga menerima suap 1,2 juta euro dan 180 ribu dolar AS atau senilai total Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilai 2 juta dolar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris, Rolls Royce dalam pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 di PT Garuda Indonesia Tbk.
Pemberian suap itu dilakukan melalui seorang perantara Soetikno Soedarjo selaku "beneficial owner" dari Connaught International Pte. Ltd yang berlokasi di Singapura.
Soektino diketahui merupakan presiden komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA), satu kelompok perusahaan di bidang media dan gaya hidup.
Baca Juga: Diperiksa KPK Tiga Jam, Novanto Bawa Dokumen Map Putih
Rolls Royce sendiri oleh pengadilan di Inggris berdasarkan investigasi Serious Fraud Office (SFO) Inggris sudah dikenai denda sebanyak 671 juta pounsterling (sekitar Rp11 triliun) karena melakukan pratik suap di beberapa negara antara lain Malaysia, Thailand, China, Brazil, Kazakhstan, Azerbaizan, Irak, Anggola.