Suara.com - Mantan Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh, telah memprediksi akan dibunuh kelompok Houthi. Demikian diberitakan surat kabar Kuwait, Al Rai, dalam wawancara yang diterbitkan satu hari sebelum kematiannya pada, Senin (4/12/2017).
"Waktu koeksistensi antara negara dan milisi sudah berakhir," kata Saleh, dikutip dari Gulf News, Selasa (5/12/2017).
Dalam pemberitaannya, Al Rai juga melaporkan, kelompok Houthi tidak hanya berencana membunuh Saleh. Namun, juga kedua putranya, TariTariq Mohammad Abdullah Saleh dan Mohammad Mohammad Abdullah Saleh, serta Menteri Luar Negeri Hisyam Sharaf.
Selain itu, kelompok Houthi yang didukung Iran, juga berencana menangkap mayoritas pemimpin Partai Kongres Rakyat Umum, partai yang dipimpin Ali Abdullah Saleh.
Baca Juga: Musim Depan, Ducati Tak Lagi Beri 'Toleransi' kepada Lorenzo
Penangkapan ini dimaksudkan untuk mengontrol partai tersebut atas seluruh negara bagian di Sanaa, Ibu Kota Yaman, dan mengumumkan sebuah negera religius, seperti Iran.
Ali Abdullah Saleh ditembak mati setelah rombongan mobilnya diadang militan Houthi di kota Sanaa.
Lelaki yang menjabat sebagai presiden sejak 22 Mei 1990 hingga 25 Februari 2012 itu dibunuh lantaran dianggap berkhianat.
Saleh semula bersekutu dengan kelompok Houthi untuk melawan kelompok Abd Rabbuh Mansur Hadi, presiden Yaman yang diakui dunia, yang dibantu Arab Saudi.
Namun, pada Sabtu (2/12/2017), Saleh mengalihkan dukungan kepada Hadi dan Arab Saudi beserta sekutu-sekutunya yang lain di Timur Tengah.
Baca Juga: Rossi: Tahun Depan Lorenzo akan Sangat Kuat
Dukungan diberikan asal Saudi berhenti melancarkan serangan udara ke Yaman dan menghentikan blokade.
Foto: Jenazah mantan Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh, terbaring dengan luka menganga di kepala. [AFP]
Sementara itu, dalam siaran televisi Al Masirah TV, pemimpin kelompok Houthi, Abdul Malik Al-Houthi mengatakan, pihaknya membunuh Saleh karena pengkhianatannya terhadap rakyat Yaman.
"Saleh telah mengkhianati ribuan rakyat Houthi yang menjadi mayat karena dibunuh oleh tentara Saudi. Ia berkhianat dan mau bekerja sama dengan Saudi untuk meneruskan perang di negeri ini," kata Abdul Malik.
Abdul Malik juga mengungkapkan, telah mengalahkan gerombolan loyalis Saleh dalam tiga hari peperangan.
Ia lantas meminta sisa-sisa milisi pengikut Saleh meletakkan senjata dan balik mendukung perjuangan rakyat Yaman untuk mengusir penjajah Saudi.
Tak hanya itu, Abdul Malik juga memastikan milisi Houthi tak bakal menyerang GPC untuk membalas pengkhianatan Saleh.
"Masalah kami bukanlah dengan GPC sebagai institusi partai atau anggota-anggotanya. Masalah rakyat Yaman adalah penjajahan Saudi," tegasnya.
Foto: Warga tampak membawa poster pemimpin kelompok Houthi, Abdul Malik Al-Houthi. [AFP/Mohammed Huwais]
Selain itu, ia juga menegaskan Houthi tetap memegang kendali kekuasaan atas seluruh wilayah Yaman.
Tanpa menyebut nama Saleh, Abdul Malik juga mengungkapkan sudah mengetahui sejumlah komunikasi antara mantan presiden itu dengan tentara koalisi Saudi.
Ia membeberkan, sudah beberapa kali memberikan peringatan kepada Saleh agar tak menjalin komunikasi dengan Saudi dan tidak mengkhianati rakyat Yaman.
"Tapi dia tak menggubris peringatan kami. Kematiannya, akan dirayakan oleh rakyat Yaman sebagai kemenangan kecil melawan tipu muslihat Saudi," tandasnya