Suara.com - Pemerhati masalah anak Seto Mulyadi (Kak Seto) prihatin masih terjadi kasus kekerasan seksual terhadap anak. Keprihatinan Kak Seto menyusul kasus seorang ayah berinisial RBT (32) yang menjadikan kedua putrinya, LP (16) dan L (14), sebagai budak seks selama bertahun-tahun di daerah Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
"Terus terang ini terjadi ibarat kata bang napi, bukan niat jahat pelakunya, tapi juga ada kesempatan," kata Kak Seto ditemui di sela-sela Simposium Nasional tentang peran Ibu untuk perdamaian di Hotel Shangrila, Jakarta Pusat, Senin (4/12/2017).
Menurut Kak Seto masih maraknya terjadi kekerasan seksual terhadap anak karena minimnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya. Termasuk kekerasan seksual anak domestik atau yang terjadi di lingkungan keluarga, seperti seorang ayah kandung yang memperkosa anaknya sendiri.
"Tanpa sadar warga tidak peduli terhadap kemungkinan kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual. Dan yang lebih lagi adalah justru kekerasan seksual domestik," ujar dia.
Berbagai alasan muncul dari warga yang tak peduli pada kasus kekerasan terhadap anak, salah satunya alasan tak mau ikut campur urusan keluarga orang lain. Padahal Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 mewajibkan semua warga untuk melindungi anak dari tindak kekerasan termasuk kekerasan seksual.
"Padahal dalam UU Perlindungan Anak jelas mengatakan siapa pun yang mengetahui ada kekerasan terhadap anak, namun diam saja, tidak berusaha melapor atau menolong itu sanksi pidananya lima tahun tahun penjara," kata dia.
Maka dari itu, lanjut dia, semua warga negara di seluruh tanah air harus membudayakan perlindungan terhadap anak. Ia juga terus mengkampanyekan agar disetiap rukun tangga atau rukun warga membuat Satgas Perlindungan Anak atau Satgas Sahabat Anak.
"Kalau ada satgas tadi kan selalu keliling. Misalnya ini anak bagaimana, kok nggak pernah keluar, takut, cemas dan sebagainya, itu bisa dimonitor oleh warga, tetangga kiri kanan. Itu harus digerakkan," ujar dia.
Dia menambahkan masih sedikit kabupaten, kota yang RT, RW-nya mempunyai satgas perlindungan anak. Sampai saat ini RT, RW yang memiliki Satgas Perlindungan Anak baru di Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Banyuwangi, dan Bengkulu Utara.
"Itu mohon dibudayakan, juga di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Warga sendiri harus peduli dan diingatkan. Mungkin pemerintah, dalam hal ini Kementerian PPA mengkampanyekan itu, bahkan perlu membagikan undang-undang perlindungan anak di setiap RT, RW. Sehingga mereka sadar, bukan nggak boleh ikut campur tangan, justru harus, karena kalau tidak peduli, itu kena sanksi pidana juga," kata dia.