Suara.com - Kongres Alumni 212 menghasilkan sejumlah keputusan. Kongres ini digelar di Wisma PHI, Cempaka Putih, Jakarta, pada Kamis 30 November hingga 1 Desember. Keputusan itu dijadikan maklumat dan disampaikan dalam acara Reuni 212 di Lapangan Monas, Jakarta, Sabtu (2/12/2017).
"Kami sudah melakukan kongres Alumni 212 yang diikuti oleh perwakilan dari 22 provinsi dan alhamdulillah kami selama 2 hari kemarin sudah menyepakati akan membuat simpul-simpul di wilayah-wilayah 22 provinsi yang ada," kata Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Maarif di lokasi.
"Kemudian kami laporkan keputusan atau maklumat Jakarta dari hasil kongres, kami sudah perbanyak, dan nanti akan dibagikan dalam tiga bahasa, (yakni) Arab, Ingris dan Bahasa Indonesia. Dan di akhir acara akan kami bagikan hasil kongres nasional alumni 212," sambungnya.
Keputusan pertama kongres itu berisikan bahwa perwakilan dari 22 provinsi yang hadir tadi untuk menguatkan dan berkomitmen menetapkan Habib Rizieq Shihab sebagai Imam Besar Umat Indonesia.
"Ingin kami sampaikan intinya, dari maklumat kami dari hasil kongres, dari 22 provinsi yang hadir, menguatkan kembali, berkomitmen kembali, bahwa seluruh alumni 212 menyatakan ikrarnya untuk mengangkat al habib Muhammad Rizieq Husein Shihab sebagai Imam Besar Umat Indonesia," katanya.
Kemudian, kongres tersebut juga meminta kepada pemerintah untuk segera menghentikan kriminalisasi terhadap Habib Rizieq. Sebab, kasus yang menimpa Rizieq ini dianggap manipulatif, penuh kebohongan dan fitnah. "Ini harus segera dihentikan secepat-cepatnya," kata dia.
"Kemudian, kami alumni 212 merasakan tiga tahun pemerintah sekarang tidak terlalu ramah dengan umat Islam. Bahkan kami rasakan semakin lama semakin menggigit, sikap pemerintah kurang ramah terhadap umat islam. Bahkan ada yang merasa pemerintah ada indikasi sehinga menghendaki Islamofobia," ujarnya.
Dia menerangkan alasannya tuduhan Islamofobia itu. Sebab, dari ujaran kebencian menjadi air bah di media sosial ini pemerintah terkesan tidak adil.
"Etika ujaran kebencian oleh orang-orang yang pro penista agama, terlihat begitu leluasa. Begitu terlihat dilindungi, sementara jika berkenaan dengan bersebrangan dengan kekuasaan begitu sigap mengejar, menangkap dan melakukan proses hukum secara cepat," kata dia.
Baca Juga: Anies di Depan Alumni 212: "Saudara Kecewakan Kaum Pesimis"
Dia mencontohkan kasus dugaan ujaran kebencian yang dilakukan oleh Ketua Fraksi Nasdem Viktor Laiskodat di NTT beberapa waktu lalu. Menurutnya, kasus ini tidak ditangani dengan baik. Contoh ini berbeda dengan penanganan kasus yang menimpa Buni Yani yang mengunggah video Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tentang Al-Maidah.
"Yang kami rasakan, kasus Viktor Laiskodat yang pidatonya menunjukan sikap Islamofobia, bahkan mengancam pembunuhan di mana-mana tetap hidup nyaman dan dilindungi oleh kekuasan. Sementara seseorang yang berjasa menyadarkan terjadinya adanya penistaan islam dijatuhi hukuman pidana 1 tahun 6 bulan. Itu lah pak Buni Yani," kata dia.
Kemudian, sambungnya, kasus tentang pernyataan Anggota DPR yang mengatakan ada 20 juta kader PKI akan bangkit, pernyataan itu tidak ditindaklanjuti. "Ini sepertinya tidak tersentuh hukum atau memang dilindungi oleh kekuasan?" tambahnya.
"Sementara ustad Alfian Tandjung yang mengingatkan bahaya kebangkitan komunis jsutru meringkuk di dalam penjara," kata dia.
Terakhir, Slamet menilai saat ini ada kekuatan koorporasi asing yang telah melampaui batas sehingga mengesankan negara di atas negara.
"Oleh karenanya pembagunan ke depan harus diutamakan kepada WNI asli. Jangan kemudian asing dan aseng menguasai negeri yang kita cintai," ujar dia.
Slamet menerangkan, maklumat ini akan disebarkan ke seluruh Indonesia dan ditembukskan kepada instansi pemerintah.
"Dan, perjuangan kita belum selesai, setelah 212 tahun kemarin perjuangan kita belum selesai, justru reuni kita di 212 menjadi semangat baru untuk menjadikan Indonesia lebih baik lagi," kata dia.