Suara.com - Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki meminta DPR mengubah sikap melarang Menteri BUMN Rini Soemarno menghadiri rapat di Parlemen agar hubungan kedua belah pihak kembali harmonis. Rini dilarang ikut rapat di DPR semenjak panitia khusus Pelindo II DPR merekomendasikan kepada Presiden Joko Widodo memberhentikan Rini pada 2015.
"Itu kan keputusan DPR kan, ya diubah dululah keputusan DPR-nya kalau mau mengundang Bu Rini," kata Teten di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta, Kamis (30/11/2017).
Mayoritas fraksi di Komisi VI sebenarnya bersedia rapat dengan Rini. Kehadiran Rini untuk sekarang sebenarnya dibutuhkan untuk menjelaskan tentang konsep holding BUMN tambang yang diusulkan Rini.
"Bagus kalau Bu Rini diminta untuk itu (menjelaskan holding BUMN)," katanya.
Wakil Ketua Komisi VI Azam Azman Natawijana pernah mengirimkan surat kepada pimpinan DPR (saat itu) Ade Komarudin dan (sekarang) Setya Novanto sebanyak tiga kali untuk memberikan izin Rini rapat dengan dewan. Namun, hingga sekarang belum ada jawaban. Rini sendiri sesungguhnya juga mengharapkan hubungan dengan Senayan kembali akur.
Keputusan pelarangan Rini rapat dengan DPR berdasarkan hasil rekomendasi pansus angket Pelindo II yang diserahkan ke dalam forum paripurna pada 23 Desember 2015.
Lantaran Presiden tidak mau mengganti Rini, turunan dari rekomendasi itu, pelaksana Ketua DPR saat itu Fadli Zon diminta melarang Rini hadir ke DPR untuk menghadiri rapat kerja atau rapat dengar pendapat dengan Komisi VI.
Praktis hingga kini, Rini tak bisa ke DPR, termasuk membahas program kerja dan anggaran Kementerian BUMN
Saat itu, Presiden Jokowi mengirim surat ke pimpinan DPR. Isinya, Jokowi menugaskan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro yang kini digantikan oleh Sri Mulyani Indrawati untuk sementara menghadiri raker dengan Komisi VI guna membahas RKAKL Kementerian BUMN hingga saat ini.