Suara.com - Sejak didirikan tahun lalu, Sistem Laporan Rujukan Terpadu (SLRT) di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mendapat sambutan dari berbagai pihak. Masalah kesehatan menempati rangking pertama pada daftar aduan masyarakat.
Kepala Biro Humas Kementerian Sosial RI, Akifah Elansari, termasuk salah satu yang mengapresiasi langkah Pemerintah Kabupaten Bandung ini.
"Keberadaan SLRT patut dikembangkan ke seluruh daerah di Indonesia," kata Akifah, saat berkunjung ke Sekretariat SLRT Sambilulungan, Desa Soreang, Kabupaten Bandung, Senin (27/11/2017).
Pernyataan Akifah didasarkan atas berbagai informasi yang diterimanya setelah melihat langsung kegiatan di SLRT Sambilulungan. Sebagaimana nomenklaturnya, SLRT merupakan badan yang bertugas menjadi rujukan berbagai masalah sosial. Unit pelayanan teknis ini menerima pengaduan dari berbagai permasalahan sosial.
"Yang datang ke sekretariat bisa 10 orang per hari, atau sekitar 50 orang sebulan," kata Manajer SLRT Sambilulungan, Nia Nindyawati.
Pengaduan yang masuk melalui platform daring, dikatakannya, lebih banyak lagi. Sekretariat memang membuka layanan via e-mail, Twitter, Facebook, dan aplikasi WhatsApp. Mereka mengadukan berbagai masalah sosial yang tidak bisa atau tidak tahu bagaimana harus diselesaikan, seperti kesulitan membeli seragam sekolah, masalah narkoba, perundungan seksual, narkoba, HIV/Aids, kesulitan dalam akses layanan kesehatan, dan sebagainya.
"Porsi paling besar adalah masalah kesehatan," kata Nia lagi.
Dalam pantauan Nia, kini keluhan soal kualitas layanan terhadap masalah sosial yang dihadapi masyarakat sudah jauh menurun. Indikasinya dari pemberian media masa setempat, yang menurutnya hampir tidak ditemukan tone negatif.
Tingginya animo masyarakat dan kuatnya relevansi dengan kebutuhan mendasar masyarakat pra sejahtera, mendorong respons positif pemda dan wakil rakyat. Bupati membantu kendaraan operasional dan ambulans, sementara DPRD Kabupaten Bandung bekerja cepat merampungkan rencana perda SLRT.
Pembangunan kelembagaan SLRT diri Kabupaten Bandung bisa dikatakan sudah optimal. Dari 280 desa di kabupaten ini, semuanya sudah memiliki miniatur SLRT, yang disebut Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos).
"Kami sedang mengejar kekurangan fasilitator. Saat ini sudah ada150 orang, kurang 130," Nia menambahkan.
Secara nasional, layanan SLRT sudah berdiri di 77 kabupaten/kota, dan terus didorong untuk diperluas.
Bagi Akifah, keberadaan SLRT memberikan tiga dampak positif. Pertama, membantu memperbarui Basis Data Terpadu (BDT).
"Sebab banyak masyarakat yang memanfaatkan layanan SLRT, ternyata belum masuk data BDT," katanya.
Di lain pihak, selama ini sudah terbentuk unit koordinasi serupa SLRT, yang dikenal dengan nama Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK). Hasil kerja tim ini belum banyak diketahui masyarakat.
"Namun kinerja SLRT di sini sudah menuai banyak apresiasi," kata Akifah.
Manfaat ketiga, keberhasilan menyelesaikan masalah sosial yang dihadapi masyarakat.
"Jadi kalau demikian, mengapa tidak kita dorong agar program ini makin meluas ke daerah lain," kata Akifah.