Suara.com - Putra sulung Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, yakni Agus Harimurti Yudhoyono, dikabarkan pernah ditawari Presiden Joko Widodo untuk masuk dalam Kabinet Kerja menjadi menteri.
Tawaran itu dibenarkan oleh Ketua Divisi Hukum sekaligus Tim Komunikator Politik Partai Demokrat, Ferdinand Hutahean, dalam diskusi bertema "Peluang Reshuffle di Ujung Pemerintahan" di Restoran Komando, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (23/11/2017).
Ferdinand mengungkapkan, AHY ditawarkan menjabat sebagai menteri di kabinet Jokowi-JK, namun ditolak.
"Reshuffle ini bukan isu baru. Kami Partai Demokrat, dalam hal ini Mas AHY, sudah tiga kali ditawarkan masuk kabinet. Tetapi beliau memilih untuk berada di luar dulu," kata dia.
Baca Juga: Apa Tujuan Safari Politik Agus SBY?
Oleh karena itu, lanjut Ferdinand, pertemuan Jokowi dengan SBY baru-baru ini tak ada hubungannya dengan rencana Demokrat masuk Kabinet Kerja. Begitu pula pertemuan SBY dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla beberapa waktu silam, bukan terkait reshuffle.
"Jadi persoalan SBY bertemu Jokowi yang sudah berlangsung beberapa kali, begitu juga dengan pertemuan SBY dengan Pak JK, tak ada kaitannya dengan reshuffle," ujar dia.
Selain AHY, Presiden Jokowi juga disebutkan pernah menawarkan SBY sebuah jabatan kenegaraan, namun tetap ditolak.
"Bahkan Ketua Umum kami, Pak SBY, juga ditawari oleh Bapak Presiden Jokowi sebuah posisi, tapi tetap ditolak dengan segala rasa hormat terhadap Bapak Presiden," kata dia.
Sedangkan terkait dengan AHY yang menolak tawaran menjadi menteri, alasannya karena dia fokus untuk safari politik keliling daerah seluruh Indonesia. Sebab, putra sulung SBY ini akan dipersiapkan menjadi calon pemimpin yang akan maju di Pemilihan Presiden mendatang, apakah itu di 2019 atau 2024.
Baca Juga: Gerindra Puji Agus SBY Punya Pengalaman Debut di Pilkada DKI
"Beliau adalah sosok yang dipersiapkan oleh Demokrat untuk kontestasi kepemimpinan nasional yang akan datang, apakah (Pilpres) 2019 atau 2024. Kami akan lihat ke depan bagaimana penerimaan publik terhadap AHY," ujar dia.
"Jadi pilihannya yang terbaik tetap di luar kabinet, dan Demokrat mengambil sikap menjadi partai tengah, tidak menjadi oposan dan juga tidak menjadi partai pendukung," tegasnya.