Suara.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyebut Ketua DPR Setya Novanto makin populer di kalangan masyarakat. Sambil berkelakar, dia menyebut kalau kepopuleran Novanto saat ini pantas untuk modal maju menjadi presiden.
"Apa yang masih hangat? Novanto masih dibahas ya? Masih Seksi? Saya khawatir Pak Novanto populer justru jadi presiden," kata Fahri seraya tertawa di DPR, Jakarta, Rabu (22/11/2017).
"Memang orang itu harus dikenal dulu, baru elektabilitasnya tinggi," tambah dia tertawa lagi.
Kalimat ini Fahri katakan ketika sesi wawancara dengan wartawan di DPR. Dia mengatakan ini sebagai kalimat pembuka sebelum wartawan mengajukan pertanyaaan.
Beberapa waktu belakangan ini, nama Novanto kerap disebut-sebut di media massa. Namanya tersohor sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP yang ditangani KPK. Dia menjadi sorotan publik lantaran drama penahanannya. Drama ini berawal dari penetapan tersangkanya pada 17 Juli lalu. Penetapannya sebagai tersangka ini dia sangkal. Novanto lantas melakukan gugatan praperadilan pada 4 September.
Baca Juga: Dedi Mulyadi cs Temui JK Minta Gelar Munaslub Ganti Setnov
Selama persidangan praperadilan ini berlangsung, penyidikan kasus e-KTP tetap berjalan. Novanto pun dijadwalkan untuk diperiksa perdana sebagai tersangka pada tanggal 17 September. Namun, sesaat sebelum pemeriksaan digelar, Novanto dikabarkan masuk rumah sakit karena penyakit vertigo yang dideranya.
Saat dia dirawat, muncul spekulasi dari warganet kalau Novanto sedang memainkan sebuah drama untuk menghindari pemeriksaan KPK. Apalagi keterangan dia sakit selalu berubah-ubah. Mulai dari sakit vertigo, jantung, ginjal hingga tumor di tenggorokan.
Drama ini makin menguat di pandangan netijen ketika gugatan praperadilan Novanto dikabulkan Hakim tunggal Cepi pada 29 September. Dan, dua hari kemudian, atau pada 2 Oktober, Novanto keluar dari rumah sakit tanpa terpantau wartawan yang berjaga kala itu.
Selanjutnya, KPK dengan keyakinannya mengumumkan Novanto menjadi tersangka lagi pada 10 November. Dalam sangkaannya, KPK menduga dia menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau koorporasi dan diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 UU pemberantasan tindak korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Lima hari berikutnya, Novanto mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang ini rencananya akan dipimpin oleh hakim Kusno dan digelar pada 30 November.
Dugaan drama dimulai lagi ketika Novanto dipanggil sebagai tersangka pada 15 November. Dia mangkir dan memilih menghadiri rapat paripurna dengan agenda pidato pembukaan masa sidang DPR.
Pada malam harinya, KPK melakukan penjemputan paksa Novanto di kediamannya di Jalan Wijaya, Jakarta Selatan. Namun, ternyata Novanto menghilang di rumahnya sendiri. Kolega terdekatnya pun mengklaim tidak tahu keberadaan Novanto saat itu.
KPK lalu berinisiatif untuk menggandeng Polisi untuk menetapkan Novanto ke dalam daftar pencarian orang bila tidak ada kabar selama 1x24 jam.
Baca Juga: Golkar Akui Kasus Korupsi Setnov Berdampak Negatif untuk Partai
Keesokan harinya, Novanto lewat koleganya, mengklaim akan menyerahkan diri ke KPK. Namun, dia mengalami kecelakaan dan mobil Fortuner berplat nomor B 1732 ZLQ lampu di Jalan Permata Berlian, Jakarta.
Dari sini warganet kembali menganggap Novanto melakukan drama. Apalagi, keterangan tentang kecelakaan dan kesehatan Novanto tidak konsisten.
"Dia masih tidur, diperban. Benjolnya besar di kepala, tangannya berdarah semua, benjolnya seperti bakpao," kata pengacara Novanto Fredrich Yunadi memberikan keterangan tentang kondisi Novanto setelah kecelakaan.
KPK lalu menerbitkan surat penahanan Novanto. Ketua Umum Partai Golkar itu kemudian ditahan oleh dirumah tahanan KPK pada 19 November.
Ditahanan, Novanto ditempatkan di ruangan tahanan, sendirian, dan satu ruangan dengan kakus. Ruangan tahanannya itu berukuran 2,5 meter x 2,5 meter dengan tempat tidur berupa cor-coran semen setinggi 0,5 meter dengan rongga di bawahnya.