Kisah Bocah-Bocah Pengungsi di Indonesia

Reza Gunadha Suara.Com
Selasa, 21 November 2017 | 05:00 WIB
Kisah Bocah-Bocah Pengungsi di Indonesia
Seorang anak mengisi air minum di Refugee Learning Center (RLC), Cisarua, Bogor pada 13 November 2017. [Anton Raharjo/Anadolu Agency]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Dilatih guru dari Amerika dan Australia

RLC diresmikan pada September 2015. Saat ini mereka menampung 142 anak-anak etnis Hazara yang mayoritas berasal dari Afganistan.

RLC juga menyediakan kursus bahasa Inggris untuk 200 orang dewasa di sore hari.

Setiap murid dikenakan biaya Rp. 50 ribu setiap bulan. “Kami minta mereka membayar supaya ada rasa memiliki terhadap sekolah ini,” jelas Liaquat.

Baca Juga: Laila Sari Meninggal Dunia, Anies Baswedan Turut Berduka

Ada 15 guru perempuan dan lima guru laki-laki yang bekerja sukarela di RLC. Setiap bulan mereka mendapat honor Rp. 100 ribu sebagai biaya transportasi.

Kata Liaquat, hanya ada dua guru berpengalaman di sekolahnya. Sisanya adalah relawan lulusan sekolah menengah atas atau yang masih bersekolah saat meninggalkan Afghanistan.

“Kami beri mereka pelatihan mengajar. Beberapa kali mereka dilatih oleh guru-guru berpengalaman dari AS dan Australia yang sukarela datang ke tempat kami,” papar Liaquat.

Di Indonesia, ada 14,405 orang pengungsi dan pencari suaka yang terdaftar di UNHCR.

Lebih dari setengah populasi itu berasal dari Afganistan. Sisanya berasal dari Myanmar-Rohingya, Somalia, Sri Lanka, Negeria, dan Irak.

Baca Juga: Dana Rehab Air Mancur DPRD Rp620 Juta, Sandiaga: Itu Aset Negara

Sekitar 25 persen dari total pengungsi adalah anak-anak. Di antara mereka, 637 anak mengungsi tanpa ditemani orang tua atau pun kerabat mereka.

Indonesia tidak termasuk Negara Pihak Konvensi 1951 atau Protokol 1967 yang dikeluarkan oleh PBB.

Konvensi tersebut adalah traktat multirateral PBB yang mendefinisikan status pengungsi, dan menetapkan hak-hak individu untuk mendapatkan suaka dan tanggung jawab negara pemberi suaka.

Sebab itu, UNHCR menjadi badan yang memproses status pengungsi dan menyediakan mayoritas layanan bagi pengungsi di Indonesia.

PBB menetapkan 20 November sebagai Hari Anak Universal. Tanggal tersebut bertepatan pada hari Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi Hak-hak Anak pada 1959, dan Konvensi tentang Hak-hak Anak pada 1989.

Konvensi itu menetapkan bahwa anak-anak mempunya hak-hak dasar seperti hak untuk hidup, hak untuk sehat, hak mendapatkan pendidikan dan bermain, mendapatkan keluarga, hak untuk dilindungi dari kekerasan, hak dilindungi dari diskriminasi, dan hak untuk memberikan pandangan. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI