Suara.com - Dari hari ke hari, jutaan anak di daerah konflik Suriah kehilangan hak-hak dasar mereka, termasuk pendidikan, kesehatan, dan perlindungan dari kekerasan.
"Anak-anaklah yang paling menderita karena perang, karena mereka yang paling rentan dan membutuhkan banyak hal," ujar wakil ketua Organisasi Hak Pengungsi Internasional Abdullah Resul Demir kepada Anadolu Agency, Senin (20/111/2017).
Pernyataan Demir disampaikan dalam rangka Hari Anak Universal yang diperingati setiap 20 November.
Baca Juga: Keluarga Duga Laila Sari Jatuh di Kamar Mandi Sebelum Meninggal
"Hak anak-anak diatur dalam undang-undang internasional, namun selama enam tahun terakhir, hukum telah gagal melindungi anak-anak Suriah yang hidup dalam keterpurukan," ungkap Demir.
Laporan UNICEF pada September 2017 menunjukkan bahwa sebanyak 8,5 juta anak-anak - 6 juta di Suriah dan 2,5 juta di luar Suriah - menjadi korban konflik.
Demir menekankan, bahwa 8 dari 10 anak-anak Suriah adalah korban perang. Sebanyak 1,7 juta anak tinggal di daerah paling rawan konflik, sementara dua juta lainnya tidak dapat pergi ke sekolah.
"Ayah saya ditangkap rezim Bashar al-Assad enam tahun lalu. Kami tidak mendengar kabarnya lagi sejak itu. Saya berharap saya bisa tinggal di rumah, bukan di tenda seperti sekarang. Saya ingin bermain dengan saudara saya di taman dan sebuah rumah sakit yang akan merawat saya ketika saya sakit. Saya ingin hidup normal seperti anak-anak lainnya di seluruh dunia," ungkap Mohammad Omar Selum yang tinggal di kamp pengunsi di Idlib.
Amal al-Ghafir kehilangan kaki kirinya akibat insiden serangan udara yang terjadi saat ia piknik bersama keluarganya. Kini ia mengandalkan kaki palsu untuk berjalan.
Baca Juga: Innalillahi, Laila Sari Meninggal Dunia
"Dalam rangka hari Anak Universal, saya berharap tidak ada lagi anak yang menangis atau merasa sedih," kata Ghafir.