Fadel Muhammad Bingung dengan Langkah Lawyer Novanto

Rabu, 15 November 2017 | 14:44 WIB
Fadel Muhammad Bingung dengan Langkah Lawyer Novanto
Ketua Komisi XI DPR Fadel Muhammad. [DPR RI]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - ‎Politikus Golkar Fadel Muhammad tidak mengerti dengan langkah pengacara Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, Fredrich Yunadi, melakukan uji materi dua pasal dalam UU KPK: Pasal 46 ayat 1 dan 2 serta Pasal 12 dengan alasan bertentangan dengan Pasal 20A UUD 1945.

"Saya bingung juga, karena itu kan lawyernya yang mau begitu karena ada maksud tertentu," kata mantan gubernur Gorontalo di DPR, Jakarta, Rabu (15/11/2017).‎

Pengajuan uji materi itu kemudian menjadi dasar Novanto menolak diperiksa KPK dalam kasus korupsi e-KTP sampai hakim konstitusi memutuskan.

Fadel mengatakan elektabilitas Partai Golkar turun setelah Novanto berurusan dengan KPK dalam kasus korupsi e-KTP.

Namun, Fadel tetap berharap partai berlambang beringin bertahan.

‎"Turun (elektabilitas) tapi tidak boleh membuat goncangan lebih parah," ujarnya.

‎Guna membahas masalah Novanto, anggota Komisi XI DPR akan melakukan pertemuan dengan Wakil Presiden yang juga mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla. Namun, dia tidak mendetailkan kapan dan bahasan dalam pertemuan nanti.

"Saya mau ketemu Pak Jusuf Kalla dulu. (membahas) agenda ini," ujar Fadel sambil berlalu dari wartawan.‎

Surat pemberitahuan Novanto tak bisa menghadiri pemeriksaan diterima Komisi Pemberantasan Korupsi, pagi tadi. Tadinya, Novanto akan diperiksa sebagai tersangka perkara dugaan korupsi KTP elektronik.

"Baru saja kami mendapat informasi, pagi ini diterima surat pengacara SN bahwa yang bersangkutan tidak bisa hadir," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.

Alasan Novanto tidak memenuhi panggilan karena masih menunggu keputusan keputusan Mahkamah Konstitusi atas pengajuan judicial review dua pasal dalam UU KPK. Pasal 46 ayat 1 dan 2. Pasal ini dianggap bertentangan dengan Pasal 20A UUD 1945 yang mengatur hak imunitas anggota dewan.

Febri menekankan proses hukum di KPK acuannya KUHAP, UU tentang Tipikor, dan UU tentang KPK. Jadi, kata dia, sekalipun ada bagian dari UU tersebut yang diuji di MK, hal tersebut tidak akan menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.

"Apalagi ada penegasan di Pasal 58 UU MK. Maka dalam penanganan kasus KTP elektronik ini, kami akan berjalan terus," ujar Febri.

Dalam penegakan hukum, KPK punya tanggungjawab untuk menegakkan hukum secara adil dan berlaku sama pada semua orang. Jangan sampai ada kesan hukum tidak bisa menyentuh orang-orang tertentu.

"Apalagi jika ada yang mengaitkan dengan pemahaman bahwa imunitas berarti kekebalan hukum tanpa batas," kata Febri.

Febri mengatakan meskipun hak imunitas disebut di UUD 1945, uraian lebih lanjut harus dibaca pada Pasal 80 dan Pasal 224 UU MD3.

"Jelas sekali pengaturan hak imunitas terbatas untuk melindungi anggota DPR yang menjalankan tugas. Tentu hal itu tidak berlaku dalam hal ada dugaan tindak pidana korupsi. Karena melakukan korupsi pasti bukan bagian dari tugas DPR. Mari kita jaga lembaga terhormat ini," kata Febri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI