Wakil Bendahara Umum DPP Partai Golkar Zulhendri Hasan memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diperiksa sebagai saksi, Senin (14/11/2017).
"Saya dipanggil dalam kapasitas sebagai saksi dalam perkara tersangkanya saudara Markus Nari dalam hal merintangi terhadap upaya penegakan hukum. Dalam hal ini berkaitan dengan pencabutan BAP Miryam," kata Zulhendri di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (14/11/2017).
Zulhendri mengaku ditanya penyidik tentang percakapannya dengan pengacara Farhat Abas soal keterlibatan Ketua Umum Partai Golkar dalam perkara dugaan korupsi e-KTP.
Zulhendri memang sempat dihubungi Farhat yang kala itu bertanya apakah Ketua DPR aman dalam perkara yang ditaksir merugikan negara Rp2,3 triliun.
"Ketika saudara Farhat menghubungi saya bertanya apakah Pak Novanto aman atau tidak. Dalam percakapan itu saya nyatakan beliau aman berdasarkan pidato politik beliau pada saat rapimnas," ujar Zulhendri.
Zulhendri mengatakan percakapan dengan Farhat berlangsung beberapa hari setelah rapimnas ke 2 Partai Golkar di Balikpapan. Dalam pidato di rapimnas itu, Novanto menegaskan dirinya clean and clear dalam perkara korupsi e-KTP. Dijamin 100 persen, katanya.
Mengenai arahan pencabutan BAP Miryam S. Haryani di persidangan, kata Zulhendri, justru diketahuinya dari Farhat sendiri. Zulhendri akui tak pernah mengatakan kepada Farhat bahwasanya upaya pengkondisian saksi dan pencabutan BAP Miryam dalam persidangan untuk amankan Novanto.
"Adanya konstruksi pencabutan BAP itu saya justru tahu dari saudara Farhat. Lalu saya berpandangan kalau dicabut itu BAP, itu tidak akan mempengaruhi posisi saudara Pak Novanto karena penyidik kan nggak bodoh," tutur Zulhendri.
"Saya bilang, sekalipun BAP Miryam dicabut, tentu sudah ada bukti-bukti atau petunjuk lain atau keterangan saksi lain yang menyebut hal yang sama. Sekalipun itu dicabut tidak akan mempengaruhi. Saya hanya menyatakan itu," Zulhendri menambahkan.
Zulhendri juga mengatakan kepada Farhat, seandainya dia sebagai ketua tim hukum Partai Golkar pembela Novanto kala itu, maka dia tak akan menyarankan pencabutan BAP Miryam.
Nama Zulhendri sempat disebutkan dalam persidangan Miryam. Saat itu, Elza Syarief dalam kesaksiannya mengatakan bahwa ia mengetahui percakapan telepon antara Farhat Abbas dengan Zulhendri terkait kasus yang menjerat Miryam.
Dalam percakapan itu, menurut Elza, Zulhendri menyampaikan ke Farhat bahwa Ketua Bidang Hukum dan HAM Golkar Rudi Alfonso mengatur saksi-saksi dalam kasus korupsi e-KTP, agar tak memberi keterangan yang sebenarnya dan mencabut keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan.
"Saya tidak pernah berbicara seperti itu. Itu adalah pernyataan saudara Farhat kepada saya, diputar balik seolah-olah saya yang bicara. Saya tidak pernah menyatakan seperti itu," tutur Zulhendri.
"Justru ketika ada berita di beberapa media, saya sampaikan melalui WhatsApp pada Farhat, saya bilang ini kenapa begini? Lalu dia bilang eh sobat saya tetap idealis seperti sobat. Lalu kalau Anda idealis kenapa beritanya seperti ini? Anda yang punya kepentingan, Anda yang bicara kok seolah-olah saya yang bicara? Dia bilang itu tidak benar. Itu media. Dia salahkan media," Zulhendri menambahkan.
"Saya dipanggil dalam kapasitas sebagai saksi dalam perkara tersangkanya saudara Markus Nari dalam hal merintangi terhadap upaya penegakan hukum. Dalam hal ini berkaitan dengan pencabutan BAP Miryam," kata Zulhendri di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (14/11/2017).
Zulhendri mengaku ditanya penyidik tentang percakapannya dengan pengacara Farhat Abas soal keterlibatan Ketua Umum Partai Golkar dalam perkara dugaan korupsi e-KTP.
Zulhendri memang sempat dihubungi Farhat yang kala itu bertanya apakah Ketua DPR aman dalam perkara yang ditaksir merugikan negara Rp2,3 triliun.
"Ketika saudara Farhat menghubungi saya bertanya apakah Pak Novanto aman atau tidak. Dalam percakapan itu saya nyatakan beliau aman berdasarkan pidato politik beliau pada saat rapimnas," ujar Zulhendri.
Zulhendri mengatakan percakapan dengan Farhat berlangsung beberapa hari setelah rapimnas ke 2 Partai Golkar di Balikpapan. Dalam pidato di rapimnas itu, Novanto menegaskan dirinya clean and clear dalam perkara korupsi e-KTP. Dijamin 100 persen, katanya.
Mengenai arahan pencabutan BAP Miryam S. Haryani di persidangan, kata Zulhendri, justru diketahuinya dari Farhat sendiri. Zulhendri akui tak pernah mengatakan kepada Farhat bahwasanya upaya pengkondisian saksi dan pencabutan BAP Miryam dalam persidangan untuk amankan Novanto.
"Adanya konstruksi pencabutan BAP itu saya justru tahu dari saudara Farhat. Lalu saya berpandangan kalau dicabut itu BAP, itu tidak akan mempengaruhi posisi saudara Pak Novanto karena penyidik kan nggak bodoh," tutur Zulhendri.
"Saya bilang, sekalipun BAP Miryam dicabut, tentu sudah ada bukti-bukti atau petunjuk lain atau keterangan saksi lain yang menyebut hal yang sama. Sekalipun itu dicabut tidak akan mempengaruhi. Saya hanya menyatakan itu," Zulhendri menambahkan.
Zulhendri juga mengatakan kepada Farhat, seandainya dia sebagai ketua tim hukum Partai Golkar pembela Novanto kala itu, maka dia tak akan menyarankan pencabutan BAP Miryam.
Nama Zulhendri sempat disebutkan dalam persidangan Miryam. Saat itu, Elza Syarief dalam kesaksiannya mengatakan bahwa ia mengetahui percakapan telepon antara Farhat Abbas dengan Zulhendri terkait kasus yang menjerat Miryam.
Dalam percakapan itu, menurut Elza, Zulhendri menyampaikan ke Farhat bahwa Ketua Bidang Hukum dan HAM Golkar Rudi Alfonso mengatur saksi-saksi dalam kasus korupsi e-KTP, agar tak memberi keterangan yang sebenarnya dan mencabut keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan.
"Saya tidak pernah berbicara seperti itu. Itu adalah pernyataan saudara Farhat kepada saya, diputar balik seolah-olah saya yang bicara. Saya tidak pernah menyatakan seperti itu," tutur Zulhendri.
"Justru ketika ada berita di beberapa media, saya sampaikan melalui WhatsApp pada Farhat, saya bilang ini kenapa begini? Lalu dia bilang eh sobat saya tetap idealis seperti sobat. Lalu kalau Anda idealis kenapa beritanya seperti ini? Anda yang punya kepentingan, Anda yang bicara kok seolah-olah saya yang bicara? Dia bilang itu tidak benar. Itu media. Dia salahkan media," Zulhendri menambahkan.