Pakar hukum tata negara Margarito Kamis mengatakan izin dari Presiden Joko Widodo mutlak harus dimiliki KPK untuk memanggil dan memeriksa Setya Novanto -- ketua DPR dan ketua MPR.
"Memang izin Presiden itu absolut. Harus ada. Jadi bukan soal melibatkan Presiden atau tidak melibatkan Presiden. Tetapi karena itu memang perintah undang-undang," kata Margarito kepada Suara.com, Selasa (14/11/2017).
Novanto mangkir dari panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi perkara dugaan korupsi untuk tersangka Direktur Utama PT. Quadra Solution Anang Sugiana Sudurjo, Senin (13/11/2017). Novanto hanya mengirimkan surat kepada lembaga antirasuah yang isinya tidak bisa memenuhi panggilan karena KPK belum mendapatkan izin dari Presiden. Kemarin, Novanto justru pergi ke Nusa Tenggara Timur untuk mengikuti perayaan ulang tahun Partai Golkar.
Margarito menyebutkan dalam UU KPK, prosedur hukumnya yaitu Novanto mesti berstatus tersangka terlebih dahulu, baru hak imunitas yang diberikan oleh UU kepada dirinya tak berlaku.
"Itu berarti bahwa sepanjang dia belum berstatus tersangka, sepanjang itu izin Presiden menjadi absolut," ujar Margarito.
Undang-undang lain yang menjadi rujukan Margarito yaitu UU MD3 Pasal 245 Ayat 1 yang mengatakan pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
"Oleh putusan Mahkamah Konstitusi kata MKD diubah menjadi Presiden. Jadi karena itu setimpal, harus ada izin Presiden," tutur Margarito.
Margarito mengakui bahwa Pasal 245 Ayat 1 yang dimaksud tidak berlaku bagi tindak pidana khusus. Hal itu dijelaskan dalam pasal yang sama Ayat 3 huruf C.
"Tindak pidana korupsi memang tindak pidana khusus. Tapi jangan lupa Ayat 3 huruf C itu bilang orang itu disangka melakukan tindak pidana khusus sebelum tersangka. Itu tidak bermakna lain kecuali dia tersangka terlebih dahulu. Kapan Setya Novanto tersangka? Kan baru tiga hari lalu," kata Margarito.
"Memang izin Presiden itu absolut. Harus ada. Jadi bukan soal melibatkan Presiden atau tidak melibatkan Presiden. Tetapi karena itu memang perintah undang-undang," kata Margarito kepada Suara.com, Selasa (14/11/2017).
Novanto mangkir dari panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi perkara dugaan korupsi untuk tersangka Direktur Utama PT. Quadra Solution Anang Sugiana Sudurjo, Senin (13/11/2017). Novanto hanya mengirimkan surat kepada lembaga antirasuah yang isinya tidak bisa memenuhi panggilan karena KPK belum mendapatkan izin dari Presiden. Kemarin, Novanto justru pergi ke Nusa Tenggara Timur untuk mengikuti perayaan ulang tahun Partai Golkar.
Margarito menyebutkan dalam UU KPK, prosedur hukumnya yaitu Novanto mesti berstatus tersangka terlebih dahulu, baru hak imunitas yang diberikan oleh UU kepada dirinya tak berlaku.
"Itu berarti bahwa sepanjang dia belum berstatus tersangka, sepanjang itu izin Presiden menjadi absolut," ujar Margarito.
Undang-undang lain yang menjadi rujukan Margarito yaitu UU MD3 Pasal 245 Ayat 1 yang mengatakan pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
"Oleh putusan Mahkamah Konstitusi kata MKD diubah menjadi Presiden. Jadi karena itu setimpal, harus ada izin Presiden," tutur Margarito.
Margarito mengakui bahwa Pasal 245 Ayat 1 yang dimaksud tidak berlaku bagi tindak pidana khusus. Hal itu dijelaskan dalam pasal yang sama Ayat 3 huruf C.
"Tindak pidana korupsi memang tindak pidana khusus. Tapi jangan lupa Ayat 3 huruf C itu bilang orang itu disangka melakukan tindak pidana khusus sebelum tersangka. Itu tidak bermakna lain kecuali dia tersangka terlebih dahulu. Kapan Setya Novanto tersangka? Kan baru tiga hari lalu," kata Margarito.