MUI Kaji Putusan MK Soal Status Penghayat Kepercayaan di E-KTP

Selasa, 14 November 2017 | 11:06 WIB
MUI Kaji Putusan MK Soal Status Penghayat Kepercayaan di E-KTP
Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin di kantor Kemenag, Jakarta, Sabtu (24/6). [Suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
‎Majelis Ulama Indonesia akan mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan status penghayat kepercayaan dapat dicantumkan dalam kolom agama di Kartu Keluarga dan e-KTP tanpa perlu merinci aliran kepercayaan yang dianut. 
 
"MUI akan membahas itu nanti," kata Ketua MUI Ma'ruf Amin di Jakarta, Selasa (14/11/2017).
 
Putusan MK mengenai mencantumkan status penganut kepercayaan di kolom agama pada kartu identitas‎ sudah final dan harus dihormati. Namun hal itu perlu diperdebatkan, sebab akan menjadi rancu jika dimasukkan di kolom agama.
 
"Fatwa MK itu final dan mengikat, tetapi implikasinya itu besar sekali. Sebab dia mau masuk kolom apa? Mau masuk kolom agama, dia bukan agam. Kalau dibikin kolom sendiri apakah dia bisa dikatakan (agama), KTP itu kan identitas, apakah aliran kepercayaan itu identitas? Nah ini juga perlu ada pembahasan lebih jauh," ujar dia.
 
Dia menambahkan sebetulnya selama ini aliran kepercayaan itu sudah tak ada masalah. Mereka diakui oleh negara sebagai penganut kepercayaan. Sedangkan untuk status di kolom agama‎ pada KK dan KTP tinggal dikosongkan seperti biasanya, kata Ma'ruf.
 
"Justru sudah tak ada masalah, karena ada kelompok orang yang dulu sudah diposisikan bahwa dia itu (penganut kepercayaan), karena dia bukan agama.‎ Sedangkan identitas itu agama, maka kalau dia tidak mau mengisi agama itu ya dikosongkan, selesai," kata dia.
 
Pada Selasa (7/11/2017), Mahkamah Agung menyatakan bahwa status penganut kepercayaan dapat dicantumkan dalam KK dan e-KTP. Hal itu disampaikan MK dalam putusan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada KK dan KTP.
 
Hal ini diatur dalam Pasal 61 ayat (1) dan (2) serta pasal 64 ayat (1) dan (5) Undang-undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto UU nomor 24 tahun 2013 tentang UU Administrasi Kependudukan.‎ 
 
Hakim MK Saldi Isra ‎saat membacakan putusan mengatakan, hal itu penting untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan. Mengingat jumlah penganut kepercayaan dalam masyarakat Indonesia sangat banyak dan beragam.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI