Suara.com - Yang menetap Bongkaran, rata-rata pemulung, pengamen, pekerja seks komersial, bahkan pencopet.
Hal itu diungkapkan oleh pemulung bernama Ncas. Wanita berusia 60 tahun mengatakan kalau malam hari, Bongkaran sudah seperti dunia lain.
Suara musik dangdut disetel kencang-kencang. Ada penjual minuman keras. Ada perempuan penghibur. Beberapa gubuk menyewakan bilik untuk berbuat "gituan."
"Di sini memang banyak jablay kalau malam, tapi di sebelah sana (menunjuk ke arah bawah jembatan). Sewa biliknya Rp20 ribu, kalau jablay-nya ada yang Rp50, Rp100, sampai Rp200 ribu," kata Ncas kepada Suara.com.
Bongkaran merupakan sebutan untuk kawasan gubuk-gubuk liar yang berdiri di sepanjang jalan inspeksi Kanal Banjir Barat, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Hari ini, kawasan tersebut ditertibkan Pemerintah Provinsi Jakarta.
Di sana ada 130 gubuk liar yang rata-rata pakai pondasi kayu dan atap terpal plastik.
Yatno (43) juga berkata hal yang sama. Malam tiba, Bongkaran penuh PSK.
"Di sini ramainya malam, banyak cewek jablay. Kalau malam di gubuk bising suara musik, di sana orang minum-minum (miras)," kata dia.
Yatno mengatakan kawasan ini sudah sering ditertibkan. Tapi, sepeninggal aparat, warga kembali membangun gubuk-gubuk. Zaman Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dulu, misalnya.
"Sejak saya kecil kawasan Bongkaran ini sudah ada. Di sini sejak dulu memang tempat prostitusi kelas bawah," ujar dia.
Tak melawan
Tak ada perlawanan dari warga ketika aparat menertibkan gubuk-gubuk liar di sepanjang Kanal Banjir Barat.
Kawasan ini langsung menjadi perhatian Anies Baswedan dan Sandiaga Uno setelah mereka mendapatkan laporan mengenai adanya kegiatan prostitusi di sana.
Kegiatan esek-esek di daerah tersebut berlangsung pada malam hari.
Beberapa waktu yang lalu, sedikitnya ada empat alat berat menggaruk gubuk-gubuk itu. Puing-puing bangunan kemudian diangkut sekitar 20 truk.