Suara.com - Tiba-tiba, dokter Helmi dipukul adik iparnya, Ferry. Kejadian itu ketika dokter Helmi memeragakan adegan ke 22 atau waktu akan meninggalkan TKP menuju Polda Metro Jaya bersama driver online bernama Rahmat di tempat parkir Azzahra Medical Center, Cawang, Jakarta Timur.
"Rasain nih, tega sekali bunuh kakak saya. Nggak terima, ingetin muka gue Ferry," kata Ferry, sambil melayangkan pukulan ke muka dokter Helmi, Senin (13/11/2017).
Kejadian itu tentu saja di luar prarekonstruksi kasus pembunuhan yang dilakukan dokter Helmi terhadap istrinya sendiri, dokter Letty Sultri (46), pada Kamis (9/11/2017).
Reaksi Ferry di luar dugaan aparat kepolisian yang menjaga ketat prarekonstruksi.
Setelah menonjok wajah dokter Helmi, petugas keamanan buru-buru menenangkannya.
"Sudah pak tenang, serahkan ke polisi. Bapak tenang ya," ujar salah satu anggota polisi.
Ferry terlihat meneteskan air mata. Dia marah dengan kelakuan kakak iparnya.
"Saya bagaimana mau tenang pak, Kenapa sampai seperti itu dia tega bunuh kakak saya. Dia itu suaminya," kata Ferry.
Hingga berita ini diturunkan, proses prarekonstruksi masih berlangsung.
Warga berjubel di depan Azzahra. Konsentrasi warga di sana membuat arus lalu lintas macet.
Menyerahkan diri
Tak lama setelah dokter Helmi masuk, terdengar suara tembakan dari dalam kantor. Rahmat juga mendengar teriakan histeris usai letusan.
"Cuma dari parkiran dengar ada suara itu tembakan. Ya kaget, orang kan teriak," kata Rahmat menceritakan peristiwa Kamis itu.
"Antara enam kali (suara tembakan). Denger suara tembakan, saya enggak lihat pistolnya," Rahmat menambahkan.
Dokter Helmi keluar dari dalam klinik. Dia meminta Rahmat mengantarkan ke Polda Metro Jaya.
Dalam perjalanan, dokter Helmi membisu.
"Nggak, (dokter Helmi) diam aja. Kalau dia ngomong ya saya kaburlah," katanya.
Baru setelah sampai di depan gerbang Polda Metro Jaya, dokter Helmi bilang ke Rahmat ingin menyerahkan diri. Rahmat diminta untuk menunggu dokter Helmi sebentar.
Dokter Helmi kini menjadi tersangka. Dia mengakui menembak istrinya sendiri. Kemungkinan faktor terbesar dia melakukan itu karena menolak permintaan cerai dokter Letty.
Dia dikenakan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Polisi juga menjerat tersangka dengan Undang-Undang Nomor 12 Darurat Tahun 1951 terkait penyalahgunaan senjata api.