Suara.com - Gubernur Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno dianggap telah mengingkari kontrak politiknya dengan koalisi buruh Jakarta.
Saat berkampanye pada masa Pilkada Jakarta 2017, Anies dan Sandiaga menandatangi kontrak politik dengan buruh. Salah satu poin kontrak politik itu adalah, menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta lebih tinggi dari yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Buruh kala itu meminta Anies-Sandiaga menetapkan UMP melalui jalur kesepakatan tripatrit dewan pengupahan. Selain itu, buruh juga meminta keduanya menetapkan upah sektoral dan struktur skala upah sesuai dengan Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003.
Baca Juga: Diambang Perang, Saudi Cs Minta Warganya Tinggalkan Lebanon
Dituding ingkar janji, Sandiaga menglaim tak bakal “lari” dari kontrak politik tersebut. Namun, ia berkukuh penetapan UMP 2018 sebesar Rp3.648.035 yang merupakan usulan pihak pengusaha itu telah sesuai ketentuan yang berlaku.
"Itu semua kami ikuti mekanismenya dari Dewan Pengupahan, Dan ini hasil komunikasi bukan hanya 1 bulan terakhir," ujar Sandiaga di Balai Kota Jakarta, Jumat (10/11/2017).
Setelah dipastikan menjadi pemenang Pilkada Jakarta, Sandiaga mengklaim langsung membahas besaran UMP Jakarta dengan Anies.
"Kami sudah tahu agenda pertama dari Anies Sandi adalah bagaimana menetapkan UMP yang terbuka dan berkeadilan. Prosesnya sangat terbuka, kita ingin hadir sebuah proses yang transparan dan akuntabel," kata Sandiaga.
Meski begitu, buruh merasa telah dibohongi Anies dan Sandiaga. Mereka kecewa karena pemerintah DKI lebih memilih menggunakan PP 78 sebagai dasar penetapan UMP DKI tahun depan.
Baca Juga: Skema Pengadaan dan Distribusi Obat JKN Perlu Ditata Ulang
"Kami fokus all out, tidak akan pernah lari dari komitmen kami untuk mensejahterakan buruh," tukas Sandiaga.