Suara.com - Saad Hariri, Perdana Menteri Libanon yang mengundurkan diri dari jabatannya pada akhir pekan kemarin, telah ditahan oleh Pemerintah Arab Saudi, demikian diklaim sejumlah petinggi di lingkungan pemerintahan Libanon kepada Reuters.
Para elit pemerintahan Libanon, termasuk yang berasal dari Partai Pergerakan Masa Depan, partai pimpinan Hariri, mengatakan bahwa Arab Saudi telah memaksa politikus berusia 47 tahun itu untuk mundur dan menjadikannya tahanan rumah.
Hariri, yang mengumumkan pengunduran dirinya dari Riyadh, Arab Saudi pada Sabtu (4/11/2017), memang dikenal sebagai sekutu dekat Saudi. Ia, yang juga dikenal sebagai pengusaha yang memiliki bisnis konstruksi di Arab Saudi, terbang ke Riyadh pada Jumat (3/11/2017).
"Ketika ia pergi (ke Arab Saudi), dia diminta untuk tinggal di sana dan diperintahkan untuk mengundurkan diri. Mereka memerintahkannya membaca pernyataan pengunduran diri dan kemudian dijadikan tahanan rumah," kata seorang politikus senior Libanon yang dekat dengan Hariri.
Dua orang sumber dari pemerintahan Amerika Serikat mengatakan bahwa Hariri diperintahkan untuk mundur oleh sejumlah petinggi Saudi yang dipimpin oleh putera mahkota, Pangeran Mohammed bin Salman.
"Pergerakannya di bawah kendali Saudi," kata seorang sumber lain dari pemerintahan Libanon.
Setelah mengumumkan pengunduran dirinya, Hariri diketahui melawat ke Uni Emirat Arab pada Selasa (7/11/2017) tetapi kembali lagi ke Saudi. Uni Emirat Arab adalah sekutu kental Saudi.
Kantor Hariri dalam pernyataannya mengatakan bahwa ia telah bertemu dengan Duta Besar Prancis untuk Arab Saudi pada Kamis (9/11/2017). Ia juga telah bertemu diplomat Uni Eropa di Saudi pada Rabu dan Duta Besar Inggris untuk Saudi pada Selasa, serta sejumlah diplomat AS.
Serangan Terhadap Kedaulatan Libanon
Pemerintah Arab Saudi sendiri telah membantah menahan Hariri.
Hariri, yang pidato pengunduran dirinya yang disiarkan oleh stasiun televisi Saudi, mengatakan Libanon telah berada di bawah pengaruh Iran dan Hizbullah. Ia mengaku tak mampu membendung Hizbullah dan khawatir akan dibunuh oleh kelompok tersebut, seperti ayahnya, Rafiq Hariri yang tewas dibom pada 2005 silam.
Tetapi dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh stasiun televisi Libanon, Partai Pergerakan Masa Depan mengatakan bahwa kepulangan Hariri ke Libanon sangat penting untuk menjaga sistem pemerintahan.
Mereka juga masih mengakui Hariri sebagai perdana menteri dan pemimpin nasional, karena penguduran dirinya belum diterima oleh Presiden Michel Aoun.
Para pembantu Hariri, yang sebelumnya terus membantah bahwa sang perdana menteri telah ditahan, mengeluarkan pernyataan berbeda setelah Partai Pergerakan Masa Depan menggelar pertemuan di kediaman Hariri pada Kamis.
Eks Perdana Menteri Libanon, Fouad Siniora, mengatakan bahwa kepulangan Hariri sangat penting untuk "mengembalikan keseimbangan internal maupun eksternal Libanon." Bahia, bibi Hariri, duduk di samping Siniora ketika pernyataan itu dibacakan.
"Menahan Hariri dan membatasi kebebasannya di Riyadh adalah serangan terhadap kedaulatan Libanon," kata salah seorang sumber yang menolak indentitasnya diumbar karena pemerintahan Libanon belum mengumumkan posisi mereka terhadap masalah ini.
"Martabat kami adalah martabatnya. Kami akan bekerja sama dengan negara-negara lain untuk mengembalikannya ke Beirut," tegas dia.
Arena Baru Saudi vs Iran
Saudi sendiri mengatakan bahwa Hariri mundur karena Hizbullah, partai politik yang pasukan milisinya memiliki kekuatan tempur bahkan lebih besar militer Libanon, tetapi masuk dalam pemerintah koalisi pimpinan Hariri.
Hariri menjabat sebagai Perdana Menteri Libanon pada Desember 2016 lalu, setelah kesepakatan politik tercapai dengan Aoun, sekutu dekat Hizbullah dari kelompok Kristen Maronit. Dalam pemerintahan koalisi itu turut duduk para menteri dari Hizbullah.
Ketika itu pemerintah Arab Saudi mendukung pemerintahan Hariri. Tetapi sejak ia mengundurkan diri, Saudi mengkritik keras pemerintahan Libanon yang dinilai gagal meredam pengaruh Hizbullah, kelompok yang dekat dengan pemerintahan Iran.
Bahkan pada pekan ini Riyadh mengatakan bahwa Libanon dan Hizbullah sudah menyatakan perang terhadap Arab Saudi dan mengancam akan mendapatkan balasan setimpal.
Pernyataan itu diutarakan setelah sebuah rudal yang diyakini Saudi ditembakan dari Yaman berhasil dicegat sebelum menghantam bandara internasional di Riyadh. Saudi menuding rudal itu diluncurkan oleh kelompok milisi Houthi yang didukung oleh Iran dan Hizbullah.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi mengatakan bahwa rudal tersebut dibawa dari Iran dalam bentuk komponen-komponen terpisah, diselundupkan ke Yaman, kemudian dirakit kembali oleh agen-agen Garda Revolusi Iran dan Hizbullah sebelum ditembakan ke Riyadh.
Aksi-aksi Saudi ini oleh sejumlah analis diduga sebagai manuver terbaru Saudi untuk menjadikan Libanon arena pertarungan baru dengan rival utamanya di Teluk, Iran.
Libanon Yakin Perdana Menterinya Ditahan Arab Saudi
Liberty Jemadu Suara.Com
Jum'at, 10 November 2017 | 06:19 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
52 Tewas Akibat Serangan Israel di Lebanon Timur dan Selatan
22 November 2024 | 14:13 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI