Anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Eddy Wijaya Kusuma yakin langkah Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri memulai penyidikan terhadap dua pimpinan KPK, Agus Raharjo dan Saut Situmorang, tidak dilatari kepentingan politik.
"Ya nggak kan (tidak politis), yang melapor kan bisa siapa saja," kata Eddy, Kamis (9/11/ 2017).
Menurut Eddy perkara hukum tak bisa dibawa ke ranah politik praktis.
"Hukum itu dibawa ke politis mana bisa, hukum itu harus ada saksi, bukti, harus ada tersangka, korban, mana mungkin bisa dibawa ke ranah politis," ujar Eddy.
Eddy menambahkan Komisi III mendorong lembaga penegakan hukum dapat bekerja secara profesional.
Eddy juga tidak setuju jika penerbitan pemberitahuan surat dimulai penyidikan terhadap dua pimpinan KPK dikait-kaitkan dengan kinerja panitia khusus hak angket di DPR.
"Intinya KPK harus bergerak didalam koridor hukum yang berlaku. Ya tidak usah instrospeksi memang harusnya mereka bergerak sesuai hukum yang berlaku," tutur Eddy.
Eddy berharap KPK menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan aturan hukum.
"Kan mereka (KPK) juga sudah menangkap jenderal, hakim, menteri, gubernur, pejabat lainnya. Jadi ya tidak ada yang kebal hukum semua sama dihadapan hukum," tambah Eddy.
Eddy mendorong Polri segera menuntaskan kasus tersebut.
"Polri juga harus cepat mengusut kasus ini sampai tuntas, jangan lamban. Karena kalau lamban dikhawatirkan malah menimbulkan kecurigaan-kecurigaan nantinya. Dengan diterbitkannya SPDP pasti Polri sudah memiliki alat bukti yang cukup," kata Eddy.
Agus dan Saut dilaporkan dalam perkara pemalsuan dokumen serta penyalahgunaan wewenang oleh pengacara Ketua DPR Setya Novanto, Sandy Kurniawan, pada 9 Oktober 2017.
Agus sudah menerima SPDP bernomor B/263/XI/2017 Dittipidum yang dikeluarkan tanggal 7 November. SPDP menyebutkan Agus dan Saut masih menjadi terlapor.
"Benar, SPDP sudah kita terima tanggal 8 November 2017 sore kemarin di persuratan. Kami akan baca dan pelajari terlebih dahulu. Apa materi laporannya, kami belum tahu," kata Agus.
"Ya nggak kan (tidak politis), yang melapor kan bisa siapa saja," kata Eddy, Kamis (9/11/ 2017).
Menurut Eddy perkara hukum tak bisa dibawa ke ranah politik praktis.
"Hukum itu dibawa ke politis mana bisa, hukum itu harus ada saksi, bukti, harus ada tersangka, korban, mana mungkin bisa dibawa ke ranah politis," ujar Eddy.
Eddy menambahkan Komisi III mendorong lembaga penegakan hukum dapat bekerja secara profesional.
Eddy juga tidak setuju jika penerbitan pemberitahuan surat dimulai penyidikan terhadap dua pimpinan KPK dikait-kaitkan dengan kinerja panitia khusus hak angket di DPR.
"Intinya KPK harus bergerak didalam koridor hukum yang berlaku. Ya tidak usah instrospeksi memang harusnya mereka bergerak sesuai hukum yang berlaku," tutur Eddy.
Eddy berharap KPK menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan aturan hukum.
"Kan mereka (KPK) juga sudah menangkap jenderal, hakim, menteri, gubernur, pejabat lainnya. Jadi ya tidak ada yang kebal hukum semua sama dihadapan hukum," tambah Eddy.
Eddy mendorong Polri segera menuntaskan kasus tersebut.
"Polri juga harus cepat mengusut kasus ini sampai tuntas, jangan lamban. Karena kalau lamban dikhawatirkan malah menimbulkan kecurigaan-kecurigaan nantinya. Dengan diterbitkannya SPDP pasti Polri sudah memiliki alat bukti yang cukup," kata Eddy.
Agus dan Saut dilaporkan dalam perkara pemalsuan dokumen serta penyalahgunaan wewenang oleh pengacara Ketua DPR Setya Novanto, Sandy Kurniawan, pada 9 Oktober 2017.
Agus sudah menerima SPDP bernomor B/263/XI/2017 Dittipidum yang dikeluarkan tanggal 7 November. SPDP menyebutkan Agus dan Saut masih menjadi terlapor.
"Benar, SPDP sudah kita terima tanggal 8 November 2017 sore kemarin di persuratan. Kami akan baca dan pelajari terlebih dahulu. Apa materi laporannya, kami belum tahu," kata Agus.