Suara.com - Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya mengklaim, penangkapan dan penahanan Jon Riah Ukur Ginting alias Jonru Ginting terkait kasus ujaran kebencian, sesuai prosedur hukum.
Hal ini menanggapi upaya hukum Jonru yang melayangkan gugatan praperadilan atas penangkapan dan penetapan status tersangka, yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya.
"Ya penyidik sudah melakukan prosedur penyidikan sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku," kata Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Agus Rohmat, Kamis (8/11/2017).
Baca Juga: Paus Fransiskus Diminta Tak Gunakan Istilah 'Rohingya'
Menurut Rohmat, kasus Jonru ditingkatkan dari penyelidikan ke tahap penyidikan lantaran polisi telah mendapatkan alat bukti yang cukup.
Dia mengatakan, peningkatan status Jonru sebagai tersangka juga sudah melewati prosedur sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Jadi bukti yang cukup sudah dipenuhi dan semua prosedur baik itu menurut hukum acara pidana maupun manajemen penyidikan sudah dilakukan semuanya," jelasnya.
Namun, Rohmat menuturkan tetap menghormati upaya hukum Jonru. Rohmat menambahkan, polisi siap menghadapi upaya praperadilan yang dilayangkan oleh Jonru.
"Itu merupakan hak dari setiap warga negara yang menjadi tersangka dan kami Polda Metro Jaya khususnya dari kuasa hukum dari Ditreskrimsus yaitu dari Bidkum Polda Metro Jaya menghormati apa yang jadi permohonan daripada pemohon," katanya.
Baca Juga: Siswa Bunuh Adik Kelas Demi Tunda Ujian dan Rapat Wali Murid
Sidang perdana praperadilan Jonru di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (6/11) ditunda. Sebab, termohon dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta belum melengkapi surat perintah dari atasan.
Hakim tunggal Lenny Wati Mulasimadhi akhirnya menunda sidang praperadilan dengan agenda pembacaan permohonan Jonru selaku pemohon dan bakal digelar ulang pada Senin (13/11) pekan depan.
Jonru ditetapkan sebagai tersangka dan telah mendekam di rumah tahanan Polda Metro Jaya sejak 30 September 2017. Dia dijerat pasal berlapis dengan ancaman hukuman maksimal 16 tahun penjara.
Kasus ini ditangani setelah polisi menerima laporan dari pengacara bernama Muannas Al Aidit. Selain itu, polisi juga menerima laporan dari praktisi hukum Muhammad Zakir Rasyidin dalam kasus yang sama.