PPP: Putusan MK soal Aliran Kepercayaan Berpotensi Disalahgunakan

Rabu, 08 November 2017 | 14:19 WIB
PPP: Putusan MK soal Aliran Kepercayaan Berpotensi Disalahgunakan
Wakil Sekretaris Jenderal DPP PPP Achmad Baidowi [suara.com/Ummi Hadyah Saleh]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Sekretaris Jenderal DPP PPP Achmad Baidowi kecewa atas putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan dari kelompok penghayat kepercayaan untuk diakui dalam Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk.

"Putusan MK itu mengagetkan, tapi itu sudah menjadi putusan yang harus dilaksanakan," kata Baidowi saat dihubungi, Rabu (8/11/2017).

Anggota Komisi II DPR mengatakan Indonesia adalah negara berdasar ketuhanan yang mengakui hanya ada enam agama, Islam, Kristen, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Kong Hu Cu.

"Maka seharusnya semua WNI harus memeluk agama resmi negara," ujar Baidowi.

Baca Juga: Penghayat Boleh Tulis Agama Kepercayaan di Kolom Agama KTP

Setelah dilakukan revisi terhadap UU 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependukukan sesuai putusan MK, maka tidak menutup kemungkinan akan banyak kelompok yang akan menyebutkan identitasnya di dalam KTP dan KK.

"Bahkan bisa disalahgunakan oleh pemeluk agama untuk menghindari kewajiban ajaran agama. Itu bisa berdalih dengan identitas aliran kepercayaan," kata Baidowi.

"Meskipun kecewa tapi putusan MK sifatnya final dan mengikat," Baidowi menambahkan.

Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat pada sidang Pengujian UU 23 Tahun 2016 Tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan UU 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas UU 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 61 Ayat 1 dan 2 serta Pasal 64 ayat 1 dan Ayat 5 terhadap UUD 1945 menyatakan mengabulkan seluruh permohonan pemohon.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Arief di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2017).

Baca Juga: Kisah Para Penghayat, Percaya Tuhan tapi Tak Memiliki Agama

Permohonan dengan registrasi no. perkara 97/PUU-XIV/2016 diajukan oleh para penghayat kepercayaan di Indonesia yang merasa seringkali mendapat diskriminasi lantaran di KTP dan Kartu Keluarga tidak secara jelas disebut agama yang dianut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI