Suara.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman mengatakan potensi konflik pada pilkada serentak 2018 tinggi. Untuk mengantisipasi, KPU membutuhkan masukkan.
“Kenapa ini perlu didiskusikan, karena potensinya sangat tinggi terjadi konflik. Pertarungan 2018 paling melibatkan banyak hal, itu jadi rekor tertinggi,” kata Arief di ruang media center KPU, Jakarta Pusat, Senin (7/11/2017).
Kekhawatiran Arief masuk akal. Jumlah partisipan pilkada 2018 jauh lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Mencapai 158 juta jiwa. Melibatkan 17 provinsi dan 154 kabupaten dan kota.
Anggaran yang diajukan KPU untuk pelaksanaan pilkada mencapai Rp11,9 triliun.
“Dari sisi anggaran, jumlah uang yang berputar di 2018 paling besar sejarah di Indonesia. 2015 pilkada sekitar Rp6,4 triliun, tidak termasuk yangg dikembalikan 20-25 persen. Tahun 2017, anggaran hanya Rp3,4 triliun. Kemudian, 2018 diajukan Rp11,9 triliun, itu tentu akan terkoreksi. Itu anggaran hanya untuk KPU, tidak termasuk anggaran TNI, Bawaslu pemerintah daerah dan kandidat,” tutur Arief.
Selain anggaran, konflik juga bisa dipicu jarak pelaksanaan pilkada dan pemilihan presiden 2019.
Banyaknya penyelenggara pilkada yang masa jabatannya telah habis juga dapat memicu konflik.
“Misalnya pihak penyelenggara pilkada di daerah habis masa tugasnya pada hari H pelaksanaan pemungutan suara, ternyata ada yang masa jabatannya diperpanjang. Jadi, kondisi ini bisa menimbulkan peserta melakukan kecurangan,” kata dia.
Arief berharap masukan kepada KPU untuk meminimalisir konflik.
“Nah ini yang ini membuat kami harus punya banyak catatan,” kata. (Maidian Reviani)
BERITA TERKAIT
Cara Cek Lokasi TPS Pilkada 2024 Online, Pemilih Wajib Tahu!
26 November 2024 | 17:51 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI