Suara.com - Menteri Ketenagakerjaan (Kemnaker), M. Hanif Dhakiri, mengatakan, dinamika industri rokok selalu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Di satu sisi, pemerintah terus mematok kenaikan pendapatan, termasuk dari cukai rokok dan di sisi lain, kenaikan cukai rokok berpengaruh pada pertumbuhan dan tantangan ketenagakerjaan pada industri rokok yang melibatkan ratusan ribu pekerja, baik yang terkait langsung maupun tak langsung.
"Antara kenaikan cukai dan menjaga kelangsungan industri rokok menjadi tantangan bagi pemerintah. Kedua-duanya harus dilakukan," ujar Hanif, saat menerima audiensi Forum Serikat Pekerja (FSP) Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (RTMM), di kantor Menaker, Jakarta, Senin (6/11/2017).
Menaker menyatakan siap untuk mendukung perusahaan rokok, khususnya jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT), karena menjadi ciri khas Indonesia dan masih bersifat padat karya. Menaker berjanji akan melakukan diskusi dengan kementerian lain, supaya industri rokok tidak mati.
"Kemnaker dalam berbagai kesempatan selalu mengambil posisi untuk selalu bisa menyelamatkan para pekerja," kata Menaker.
Sebagaimana diberitakan, pemerintah menaikkan target pemasukan negara dari cukai rokok dari Rp147, 49 triliun pada 2017 menjadi Rp148,23 triliun pada 2018.
Tantangan lain, lanjut Hanif, masa depan industri rokok kian redup karena terjadinya otomatisasi mesin yang tak lagi bersifat padat karya. Secara global, industri rokok juga menerima berbagai tekanan.
Terhadap tantangan tersebut, pemerintah berusaha menemukan langkah untuk pekerja di sektor ini. Misalnya, dengan memastikan jika terjadi pemutusan hubungan kerja, maka proses dan haknya diberikan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Tak hanya itu, pemerintah juga harus memikirkan lapangan pekerjaan bagi para pekerja yang ter-PHK. Salah satunya dengan memberikan akses pelatihan bagi mereka, sehingga mereka tetap bisa bekerja.
Dalam audiensi tersebut, Ketua FSP RTMM, Sudarto berharap, pemerintah memperhatikan kelangsungan industri rokok dan menyelamaatkan pekerjanya.
"Saya berharap, pemerintah memperhatikan keberlangsungan kami," kata Sudarto.
Sementara itu, perwakilan dari FS PRTMM Kudus, Agus Purnomo, menambahkan, selama lima tahun belakangan tidak ada penambahan karyawan pabrik rokok. Sebaliknya, jumlah pekerjanya terus berkurang. Hal ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah.
Anita, perwakilan dari FS PRTMM Pekalongan memaparkan, bekerja di pabrik rokok tidak memerlukan pendidikan yang tinggi. Kondisi ini sangat menguntungkan, khususnya bagi kaum perempuan.
"Sebagai perempuan, kadang pendidikannya kurang. Dengan adanya industri rokok maka sangat menguntungkan baginya, karenanya kami mohon supaya industri rokok terus dijaga dan jangan dimatikan," tutur Anita.
Dalam kesempatan tersebut, Menaker minta kepada FS PRTMM untuk melayangkan surat resmi kepada Menaker, yang selanjutnya akan diteruskan kepada kementerian terkait, dalam hal ini Kementerian Keuangan.