Perdana Menteri Libanon Mundur, Takut Dihabisi Iran

Liberty Jemadu Suara.Com
Senin, 06 November 2017 | 00:58 WIB
Perdana Menteri Libanon Mundur, Takut Dihabisi Iran
Perdana Menteri Libanon, Saad Hariri. [AFP/Anwar Amro]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Saad Hariri mengumumkan mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri Libanon pada Sabtu (4/11/2017). Ia mundur karena tak mampu lagi menghadang pengaruh Iran di negerinya dan khawatir akan dihabisi seperti ayahnya, Rafiq Hariri yang dibunuh pada 2005 silam.

Berpidato dari Riyadh, Arab Saudi, Hariri mengejutkan para staf dan pemerintahannya di Libanon. Dengan pengunduran itu ia mengakhiri pemerintahan selama 11 bulan yang diwarnai dengan perpecahan di parlemen dan kegagalan ekonoi yang dipicu hutang serta korupsi.

Menurut The Guardian, lokasi dan momentum pengumuman itu menunjukkan bahwa pengunduran diri Hariri akan berpengaruh tidak hanya pada Libanon, tetapi juga pada masa depan kawasan Timur Tengah.

Arab Saudi, patron Hariri, adalah saingan utama Iran di Timur Tengah. Saudi saat ini yakin bahwa Iran dalam beberapa bulan mendatang akan memiliki pengaruh lebih besar di Timur Tengah dari era sebelumnya.

Di sisi lain, Amerika Serikat juga sedang giat menekan Iran. Ini terlihat dari dirilisnya ribuan dokumen terkait Osama bin Laden baru-baru ini, yang di dalamnya menunjukkan bahwa organisasi teroris Al Qaeda mendapat dukungan dari para pejabat Iran.

"Iran ingin menghancurkan dunia Arab dan mengaku memiliki kontrol atas keputusan di semua ibu kota negara-negara Arab. Hizbullah sering memaksakan kehendak di Libanon menggunakan kekuatan senjata dan intervensi mereka telah memicu sengketa antara kami dengan negara-negara sekutu kami di Arab," kata Hariri dalam pidatonya.

Usai pengumuman pengunduran diri Hariri itu, Menteri Urusan Teluk Saudi, Thamer al-Sabhan - yang dikenal sebagai salah satu pengkritik Iran paling keras, menulis di Twitter, "Tangan-tangan pengkhianat dan agresi akan dipotong."

Sebelum pengunduran diri Hariri, sejumlah pejabat senior AS dari pemerintahan Barack Obama, mengakui bahwa Washington dan Riyadh sudah memiliki rencana koordinasi jika terjadi konfrontasi militer antara Saudi dan Iran.

Pengumuman pada akhir pekan itu juga memicu ketegangan antara militer Israel dan Hizbullah, yang pernah terjebak dalam perang sengit di 2006.

Di AS sendiri ada nama Mike Pompeo, Direktur CIA pilihan Presiden Donald Trump, yang diyakini berada di balik pengungkapan dokumen-dokumen Bin Laden. Pompeo dikenal sebagai salah satu tokoh paling anti-Iran dalam pemerintahan Trump.

Pompeo dan para penasehat keamanan AS yakin bahwa Iran meraih banyak keuntungan di Timur Tengah beberapa waktu terakhir, terutama berkat keterlibatannya dalam memerangi kelompok teror ISIS dan karena jasanya menolong rezim Bashar al Assad di Suriah.

Sementara itu para komandan militer dan pejabat intelijen di Timur Tengah mengungkapkan bahwa Iran tengah membangun sebuah koridor darat, yang akan menghubungkan negerinya dengan Laut Mediterania melalui wilayah Irak dan Suriah. Koridor itu diprediksi rampung dalam dua bulan mendatang.

Hariri, yang sudah beberapa kali bertemu dengan Putera Mahkota Pangeran Mohammad bin Salman pekan ini, memang sangat akrab dengan Saudi. Setelah meninggalkan Libanon untuk mengasingkan diri pada 2011, ia menetap di Saudi.

Dalam pengasingan di Saudi ia pernah mengatakan bahwa dia lolos dari upaya pembunuhan di Libanon. Nasibnya lebih beruntung dari ayahnya, Rafiq, yang tewas dibom pada hari Valentine 2005 lalu. Lima anggota Hizbullah diyakini sebagai pelaku pembunuhan Rafiq dan kini sedang diadili secara in absentia di Den Haag, Belanda.

Hariri sendiri pulang ke Libanon Desember 2016 lalu untuk memimpin pemerintahan, setelah hubungannya dengan Riyadh memburuk. Hariri selalu berada di bawah tekanan Saudi, yang menuntutnya menemukan cara untuk melemahkan kekuatan Hizbullah, organisasi sekaligus milisi yang mengendalikan hampir semua instrumen pemerintahan Libanon.

Hariri juga terpaksa pulang tahun lalu karena peruntungannya di Saudi juga sedang kurang baik, setelah perusahaan konstruksinya, Saudi Oger, tak mampu membayar utang kepada kerajaan tersebut.

Adapun militer Libanon mengaku tak mengetahui adanya rencana pembunuhan terhadap Hariri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI