Tak Ikut Menggugat, Warga Bukit Duri Minta Anies Berlaku Adil

Jum'at, 03 November 2017 | 22:41 WIB
Tak Ikut Menggugat, Warga Bukit Duri Minta Anies Berlaku Adil
Kuasa hukum warga Bukit Duri, Vera Soemarwi, beserta puluhan warga korban penggusuran mendatangi gedung Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (27/10/2017). [Suara.com/Dwi Bowo Raharjo]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mulyono ikut bergembira Mejelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menangkan gugatan class action sebagian warga Bukit Duri terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi Jakarta yang menggusur kampung tersebut pada September 2016 lalu.

Sayang, Mulyono bukanlah bagian dari warga Bukit Duri yang menang itu. Sehingga dia dan ribuan warga Bukit Duri lain tak tercatat sebagai orang yang berhak menerima biaya ganti rugi dari Pemerintah Daerah.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pihak tergugat lainnya hanya wajib membayar ganti rugi secara materiil masing-masing sebesar Rp200 juta kepada 93 warga RW 10, 11, dan 12 Kecamatan Tebet, Bukit Duri, Jakarta Selatan. 93 warga itu adalah mereka yang menggugat Pemprov DKI.

Putusan tersebut disampaikan oleh Hakim Ketua Mas'ud dalam sidang putusan dengan nomor gugatan 262/PDT.G/2016/PN.JKT.PST di PN Jakarta Pusat, Rabu (25/10/2017).

Namun demikian, Mulyono pun juga menutut yang sama pada Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta, Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Menurut Mulyono, dia dan warga lainnya juga mengalami hal yang sama, sehingga Pemprov DKI harus berlaku adil pada semua warga Bukit Duri.

"Kami juga berharap, memohon dan meminta kepada Gubernur sekarang pak Anies. Ya memang kan saudara kami ada yang menggugat, ada yang pasrah untuk dibawa ke Rawa Bebek karena tekanan juga, terus ada yang menggugat, rumor sekarang ini dia akan mendapatkan ganti nominalnya sekitar Rp200 juta. Kami mengetuk pintu hati pak gubernur agar mereka memperhatikan kami juga," kata Mulyono kepada Suara.com, di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (3/11/2017).

Mulyono mengatakan, meskipun kini mereka tinggal di rumah susun yang Rawa Bebek, Jakarta Timur, tetapi mereka juga pernah tinggal di Bukit Duri. Rumah mereka juga ikut digusur oleh pemerintah.

"Yang menggugat itu kan rumahnya digusur juga, kami juga rumahnya digusur juga. Mereka punya anak, ya saya juga punya anak. Saya minta perhatian yang sama kepada Gubernur yang sekarang, meminta ganti rugi karena saya juga digusur," tutur Mulyono.

Anies-Sandiaga tak boleh bedakan hak setiap warga Bukit Duri yang rumahnya tergusur. Anies-Sandiaga harus bersikap adil seperti janji-janji kampanyenya, yakni menghadirkan keadilan di Jakarta.

"Kalau kami itu disuruhnya di sana pun (Rusun Rawa Bebek) ya nggak masalah. Yang penting rumah kami diganti, dan luka kami terobati," ujar Mulyono.

Selain itu, Mulyono juga berharap kepada Anies-Sandi untuk tepati janji soal rumah susun sederhana milik sendiri (Rusunami). Mulyono sudah tidak kuat lagi membayar uang sewa yang totalnya kurang lebih Rp800 ribu perbulan.

"Kami tak akan menuntut gubernur, kami meminta Pak Anies karena kami ini yang memilih dia. Kalau bahasa menuntut itu nggak baiklah menurut kami. Kami hanya meminta tolong kebijakan pak gubernur yang sekarang ini untuk angkat hak kami lagi," kata Mulyono.

Hal senada juga disampaikan Agus. Ia meminta supaya Anies-Sandiaga berlaku adil pada semua warga Bukit Duri dengan membayarkan ganti rugi kepada semua warga yang tergusur.

"Saya juga nggak jelas itu menang apaan. Tapi kalau misalnya itu pak Anies sama Pak Sandi mau ganti, ya mestinya kan kita juga mendapat ganti. Jangan sampai nanti menjadi kecemburuan sosial. Emang apa yang mau diganti? Kalau bangunan ya saya juga minta dong. Rumah saya ini udah begini, hancur begini, diganti juga nggak?" tutur Agus.

Agus mengatakan kebijaksanaan Anies diuji dalam melihat perkara ini.

"Disini warganya itu banyak lho mas. Semua yang rumahnya di pinggir sungai kan habis. Bukan cuma yang gugat itu. Ya kita lihatlah nanti kebijaksaan dari pak Anies. Berarti kebijaksanaannya kan diuji," kata Agus.

Semenatara itu, Hidayat, salahsatu warga Bukit Duri yang rumahnya tak terkena dampak normalisasi sungai menjelaskan bahwa sebagian besar warga yang tergusur tidak memiliki sertifikat tanah. Menurut dia, tanah di bantaran sungai Ciliwung adalah milik negara.

"Kebetulan yang dipinggir kali itukan tanahnya juga tanah Pengairan ya. Bukan sertifikat. Di sebelah sini ini tanah tanah Kereta Api. Saya disini karena saya pensiunan kereta api. Jadi ini rumah-rumah dinas," kata Hidayat.

Hidayat mengaku tinggal di Bukit Duri kurang lebih 40 tahun. Dia tahu mana warga yang baru datang dan mana warga yang sudah lama di Bukit Duri.

"Jadi kalau disinikan dulu nggak ada yang protes waktu digusur. Mungkin sadar diri juga ya kalau ini bukan tanah milik. Tapi kan ada yang menang gugatan itu. Katanya sih mau diganti rugi. Saya nggak mau komentar soal itu. Karena saya nggak punya hak minta ganti rugi," tutur Hidayat.

"Rumah saya kan nggak terkena (gusuran) . Cuma rumah-rumah di depan rumah saya saja yang kena. Batasnya digusur di halaman rumah saya," Hidayat menambahkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI