Mulyono, Rohiman, dan Yati mengeluhkan fasilitas di rumah susun sederhana sewa Rawabebek, Jakarta Timur. Itu sebabnya, mereka tetap lebih nyaman tinggal di pemukiman Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Tinggal di tempat sebelumnya, mereka tidak menemui begitu banyak kesulitan.
Sayang, rumah mereka di Bukit Duri sudah tak ada lagi. Rumah-rumah yang berdiri bukan pada tempatnya -- tepi Sungai Ciliwung -- sudah ditertibkan pemerintahan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat. Dan warga direlokasi ke rusunawa dengan harapan kehidupan mereka menjadi lebih sehat dan teratur. Dan yang lebih penting lagi, mereka tak lagi kena banjir.
Mulyono mengelukan fasilitas kesehatan rusunawa. Mulyono mengatakan tidak ada rumah sakit di sekitar rusunawa yang bisa diakses jika sewaktu-waktu.
Mulyono mengatakan rusunawa Rawabebek dihuni kurang lebih dua ribu jiwa. Fasilitas kesehatan sangatlah penting.
Mulyono berharap Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno mendirikan rumah sakit di sekitar rusunawa.
"Rumah sakit nggak ada mas. Kami sih berharap kepada Pemprov DKI khususnya pak gubernur dan wakil gubernur, kami mengharapkan di situ dibangun rumah sakit yang 24 jam. Karena warga di rusun Rawabebek itu saya hitung sekitar dua ribu jiwa," kata Mulyono kepada Suara.com di Bukit Duri, Jumat (3/11/2017).
Di sekitar rusunawa, kata Mulyono, tidak ada tempat pemakaman umum. Keberadaan kuburan juga tak kalah penting bagi warga.
Mulyono mengatakan setiap kali ada warga yang meninggal, keluarga harus membawa jenazah ke tempat pemakaman di Jatinegara atau di daerah Menteng Pulo. Jauh sekali.
Sebenarnya di sekitar rusunawa terdapat tempat pemakaman, tetapi bukan untuk umum. Kalau ingin menguburkan jenazah di sana, keluarga harus membayar biaya sekitar Rp2,5 juta.
"Kami sudah menangani empat jenazah yang meninggal di sana. Itu meminta pemiliknya minta biaya kepada kami. Ya kami nggak mungkin kan salahi mereka, karena itu memang tanah wakaf. Nominalnya itu sekitar Rp2,5 juta," tutur Mulyono.
"Kami minta tolonglah ya dibangun pemakaman umum untuk warga ini. Mami yang baru datang dari Bukit Duri ke Rawa Bebek, jangan sampai setiap ada orang meninggal kami merasa kesulitan. Kami harus bawa ke Jatinegara mayat itu sehingga harus kami makamkan di Kober Jatinegara atau di Menteng Pulo. Itu kami merasa kesulitan," Muyono menambahkan.
Hal lain yang paling dikeluhkan warga, seperti Mulyono, yaitu ketiadaan masjid. Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, mestinya pemerintah menyediakan masjid agar warga tidak kesulitan untuk beribadah.
"Kan disana mayoritas muslim ya mas. Tapi nggak ada Masjid. Dulu janji-janji terus. Sementara di sana seperti yang saya bilang tadi untuk salat Jumat, untuk tarawih, itu kami kesulitan. Kami butuh perhatian yang khusus kepada Pemprov DKI tentang masjid ini," ujar Mulyono.
Beda lagi dengan Rohiman dan Yati. Sehari-hari mereka menjadi pedagang kecil. Rohiman dan Yati mengeluh tidak adanya pasar di sekitar rusunawa Rawa Bebek. Jadi, mereka harus bolak-balik ke Bukit Duri setiap hari hanya untuk berjualan.
Yati mengatakan tinggal di rusunawa Rawa Bebek membuat hidup makin sulit. Ia tak lagi mudah mencari uang seperti saat tinggal di Bukit Duri.
"Di sana yang tadinya punya warung di sini, punya toko, juga punya kios, sekarang kiosnya habis, rumahnya juga habis. Sekarang ini serabutan. Cari uang sedapatnya. Itulah yang nggak memungkinkan untuk bayar sewa rumah," ujar Yati.
"Tadinya mereka di sini nyaman cari uang. Ada yang cari uang di Bukit Duri, ada di Jatinegara. La sekarang tinggal di Rusunawa mas, walaupun di sana dikasih kios, tapi pembelinya itu nggak ada. Karena orang-orang itu saja, nggak ada orang lalu lalang," Rohiman menimpali.
Rohiman berharap betul, Anies dan Sandiaga memikirkan nasib mereka, terutama pedagang kecil.
"Sebenarnya kalau disana ada pasar, pasti ramai kok. Nah ini semestinya dibangun oleh gubernur baru. Agar yang dijual banyak macamnya. Kalau sekarangkan di kios itu, semuanya ya jualan yang sama. Camilan gini ini," kata Rohiman.
Sayang, rumah mereka di Bukit Duri sudah tak ada lagi. Rumah-rumah yang berdiri bukan pada tempatnya -- tepi Sungai Ciliwung -- sudah ditertibkan pemerintahan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat. Dan warga direlokasi ke rusunawa dengan harapan kehidupan mereka menjadi lebih sehat dan teratur. Dan yang lebih penting lagi, mereka tak lagi kena banjir.
Mulyono mengelukan fasilitas kesehatan rusunawa. Mulyono mengatakan tidak ada rumah sakit di sekitar rusunawa yang bisa diakses jika sewaktu-waktu.
Mulyono mengatakan rusunawa Rawabebek dihuni kurang lebih dua ribu jiwa. Fasilitas kesehatan sangatlah penting.
Mulyono berharap Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno mendirikan rumah sakit di sekitar rusunawa.
"Rumah sakit nggak ada mas. Kami sih berharap kepada Pemprov DKI khususnya pak gubernur dan wakil gubernur, kami mengharapkan di situ dibangun rumah sakit yang 24 jam. Karena warga di rusun Rawabebek itu saya hitung sekitar dua ribu jiwa," kata Mulyono kepada Suara.com di Bukit Duri, Jumat (3/11/2017).
Di sekitar rusunawa, kata Mulyono, tidak ada tempat pemakaman umum. Keberadaan kuburan juga tak kalah penting bagi warga.
Mulyono mengatakan setiap kali ada warga yang meninggal, keluarga harus membawa jenazah ke tempat pemakaman di Jatinegara atau di daerah Menteng Pulo. Jauh sekali.
Sebenarnya di sekitar rusunawa terdapat tempat pemakaman, tetapi bukan untuk umum. Kalau ingin menguburkan jenazah di sana, keluarga harus membayar biaya sekitar Rp2,5 juta.
"Kami sudah menangani empat jenazah yang meninggal di sana. Itu meminta pemiliknya minta biaya kepada kami. Ya kami nggak mungkin kan salahi mereka, karena itu memang tanah wakaf. Nominalnya itu sekitar Rp2,5 juta," tutur Mulyono.
"Kami minta tolonglah ya dibangun pemakaman umum untuk warga ini. Mami yang baru datang dari Bukit Duri ke Rawa Bebek, jangan sampai setiap ada orang meninggal kami merasa kesulitan. Kami harus bawa ke Jatinegara mayat itu sehingga harus kami makamkan di Kober Jatinegara atau di Menteng Pulo. Itu kami merasa kesulitan," Muyono menambahkan.
Hal lain yang paling dikeluhkan warga, seperti Mulyono, yaitu ketiadaan masjid. Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, mestinya pemerintah menyediakan masjid agar warga tidak kesulitan untuk beribadah.
"Kan disana mayoritas muslim ya mas. Tapi nggak ada Masjid. Dulu janji-janji terus. Sementara di sana seperti yang saya bilang tadi untuk salat Jumat, untuk tarawih, itu kami kesulitan. Kami butuh perhatian yang khusus kepada Pemprov DKI tentang masjid ini," ujar Mulyono.
Beda lagi dengan Rohiman dan Yati. Sehari-hari mereka menjadi pedagang kecil. Rohiman dan Yati mengeluh tidak adanya pasar di sekitar rusunawa Rawa Bebek. Jadi, mereka harus bolak-balik ke Bukit Duri setiap hari hanya untuk berjualan.
Yati mengatakan tinggal di rusunawa Rawa Bebek membuat hidup makin sulit. Ia tak lagi mudah mencari uang seperti saat tinggal di Bukit Duri.
"Di sana yang tadinya punya warung di sini, punya toko, juga punya kios, sekarang kiosnya habis, rumahnya juga habis. Sekarang ini serabutan. Cari uang sedapatnya. Itulah yang nggak memungkinkan untuk bayar sewa rumah," ujar Yati.
"Tadinya mereka di sini nyaman cari uang. Ada yang cari uang di Bukit Duri, ada di Jatinegara. La sekarang tinggal di Rusunawa mas, walaupun di sana dikasih kios, tapi pembelinya itu nggak ada. Karena orang-orang itu saja, nggak ada orang lalu lalang," Rohiman menimpali.
Rohiman berharap betul, Anies dan Sandiaga memikirkan nasib mereka, terutama pedagang kecil.
"Sebenarnya kalau disana ada pasar, pasti ramai kok. Nah ini semestinya dibangun oleh gubernur baru. Agar yang dijual banyak macamnya. Kalau sekarangkan di kios itu, semuanya ya jualan yang sama. Camilan gini ini," kata Rohiman.