Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Hanura Kota Tegal, Jawa Tengah, Abas Toya Bawazier, Kamis (2/11/2017). Dia diperiksa sebagai saksi dugaan suap yang melibatkan Wali Kota Tegal (nonaktif) Siti Masitha Soeparno.
Abas mengaku kenal dengan Siti Mashita. Namun, dia mengatakan tidak tahu soal uang suap yang diterima Bunda Sitha sapaan Siti Masitha.
"Kenal. Iya karena bunda Sithakan Wali Kota Tegal yang lama, itu aja. Nggak tahu (kalau soal uang suap)," kata Abas kepada wartawan di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan.
Abas mengatakan hubungan Hanura dengan Siti Mashita cukup dekat. Sebab, mantan politikus Golkar tersebut sebenarnya akan masuk Hanura. Tapi, Siti Mashita keburu ditangkap KPK.
"Rekomendasi belum turun, pendekatannyaa udah. Itu aja," kata Abas.
Sebelum ditangkap pada Agustus 2017, Siti Mashita sudah dijagokan Hanura untuk maju ke bursa pilkada tahun 2018. Siti Mashita akan dipasangkan dengan Amir Mirza Hutagalung. Pasangan ini didukung Partai Golkar, Partai NasDem, dan Partai Persatuan Pembangunan.
Siti Mashita dan Amir menjadi tersangka dugaan suap pengelolaan dana jasa pelayanan kesehatan di RSUD Kardinah. Keduanya diduga mengumpulkan uang suap sejak Januari hingga Agustus 2017 mencapai Rp5,1 miliar. Uang tersebut diduga akan digunakan sebagai modal maju pilkada.
Mereka juga terjerat suap proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota Tegal tahun anggaran 2017.
Selain Siti Mashita dan Amir, KPK juga menetapkan Cahyo Supriyadi menjadi tersangka pemberi suap.
Siti Mashita dan Amir disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Cahyo disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Abas mengaku kenal dengan Siti Mashita. Namun, dia mengatakan tidak tahu soal uang suap yang diterima Bunda Sitha sapaan Siti Masitha.
"Kenal. Iya karena bunda Sithakan Wali Kota Tegal yang lama, itu aja. Nggak tahu (kalau soal uang suap)," kata Abas kepada wartawan di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan.
Abas mengatakan hubungan Hanura dengan Siti Mashita cukup dekat. Sebab, mantan politikus Golkar tersebut sebenarnya akan masuk Hanura. Tapi, Siti Mashita keburu ditangkap KPK.
"Rekomendasi belum turun, pendekatannyaa udah. Itu aja," kata Abas.
Sebelum ditangkap pada Agustus 2017, Siti Mashita sudah dijagokan Hanura untuk maju ke bursa pilkada tahun 2018. Siti Mashita akan dipasangkan dengan Amir Mirza Hutagalung. Pasangan ini didukung Partai Golkar, Partai NasDem, dan Partai Persatuan Pembangunan.
Siti Mashita dan Amir menjadi tersangka dugaan suap pengelolaan dana jasa pelayanan kesehatan di RSUD Kardinah. Keduanya diduga mengumpulkan uang suap sejak Januari hingga Agustus 2017 mencapai Rp5,1 miliar. Uang tersebut diduga akan digunakan sebagai modal maju pilkada.
Mereka juga terjerat suap proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota Tegal tahun anggaran 2017.
Selain Siti Mashita dan Amir, KPK juga menetapkan Cahyo Supriyadi menjadi tersangka pemberi suap.
Siti Mashita dan Amir disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Cahyo disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.