Suara.com - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berupaya meningkatkan ketersediaan rumah layak huni dan terjangkau di Indonesia. Salah satunya melalui pemberlakuan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebagaimana diamanatkan Undang-Undang (UU) No. 4 Tahun 2016 tentang Tapera.
Tapera merupakan tabungan berkala dalam jangka waktu tertentu, yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan akan dikembalikan berikut hasil pemupukannya, setelah kepesertaan berakhir.
"Pelaksanaan Tapera tahap pertama diperuntukkan bagi PNS, anggota TNI/Polri, dan BUMN. Hal ini bertujuan untuk membangun kredibilitas Tapera, sehingga diharapkan jika pada tahap pertama berjalan efektif, maka penerapan selanjutnya bagi pekerja di perusahaan swasta lebih mudah," kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, yang juga Ketua Komite Tapera, Jakarta, Senin (30/09/2017).
Berdasarkan UU Tapera, setiap warga negara Indonesia maupun asing yang bekerja di Indonesia (NKRI) diwajibkan menjadi peserta Tapera.
Basuki mengatakan, UU Tapera ini merupakan bukti komitmen dan langkah nyata negara untuk hadir dalam memenuhi kebutuhan papan untuk rakyat Indonesia. Hadirnya UU Tapera, menurut Menteri Basuki, merupakan salah satu kebijakan terobosan untuk mengatasi gap sumber pembiayaan rumah, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan pekerja informal.
"Kementerian PUPR, saat ini melalui alokasi APBN membangun rusunawa, rumah nelayan, dan rumah-rumah di daerah perbatasan, tetapi itu tidak cukup, sehingga perlu inovasi perizinan dan pembiayaan," ujarnya.
Melalui Tapera, pemerintah dapat menghimpun dan menyediakan sumber dana jangka panjang untuk menunjang pembiayaan perumahan. Terkait pembentukan Badan Pengelola (BP) Tapera yang akan melaksanakan operasional Tapera, Basuki mengatakan, saat ini dilakukan audit aset dari Bapertarum-PNS, yang nantinya akan dikelola oleh BP Tapera, sehingga dapat diketahui tingkat kewajaran dari besaran modal awal yang diusulkan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR, Lana Winayanti, mengungkapkan, untuk pembentukan BP Tapera, saat ini masih menunggu keluarnya Perpres tentang tata cara penyusunan perekrutan BP Tapera yang terdiri dari Komisioner dan Deputi Komisioner Tapera.
"Rencananya, pada 24 Maret 2018 akan terbentuk Komisioner BP Tapera, sehingga dapat segera berjalan dan dapat beroperasi penuh penerapannya pada 2019," ujar Lana.
Ia menambahkan, nantinya dana pegawai PNS dan BUMN yang ada di Bapertarum akan otomatis berpindah ke BP Tapera.
"Kemudian PNS yang akan pensiun, otomatis akan mendapatkan pengembaliannya dari hasil tabungan perumahannya selama bekerja. Sementara untuk besaran iurannya, masih dibahas," ungkapnya.
Kredit Rumah untuk Pekerja Sektor Informal
Selama ini, pekerja informal kesulitan mendapatkan akses perbankan untuk kredit perumahan karena tidak adanya bukti penghasilan tetap, tidak adanya rekam jejak kredit, tidak ada legalitas usaha, atau minimnya nilai aset yang dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman. Adanya skema yang berpihak pada para pekerja informal seperti ini, diharapkan dapat mendorong realisasi program "Satu Juta Rumah".
Program kredit rumah untuk pekerja informal ini diinisiasi oleh Kementerian PUPR, melalui Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).
Untuk mendapatkan program BP2BT, pekerja harus menabung terlebih dahulu selama 6 (enam)-12 (dua belas) bulan, hingga terkumpul dana 5 persen dari harga rumah bersubsidi untuk dilihat kemampuan mencicil dan menabungnya.
"Pemerintah tidak hanya melihat besaran uang yang ditabung, tetapi juga kedisiplinannya menabung setiap bulan yang dinilai akan mencerminkan kemampuan pekerja tersebut untuk membayar angsuran. Kementerian PUPR akan memberikan bantuan uang muka sebesar 20 sampai 30 persen dari harga rumah, sisanya akan dicicil oleh pekerja dengan suku bunga pasar. Targetnya akan diuji coba pada 156 unit rumah untuk program ini," ujar Lana.