Suara.com - Amerika Serikat menolak resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa yang mendesak agar negeri Abang Sam itu mencabut embargo ekonomi dan perdagangan terhadap Kuba.
Rancangan resolusi pencabutan embargo itu disetujui dalam pemungutan suara dengan angka 191-2. Amerika Serikat dan Israel merupakan hanya dua negara yang memberikan suara menentang.
Dalam pidato bernada keras yang disampaikannya di Majelis Umum menjelang pemungutan suara, Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley menyalahkan Havana atas penerapan embargo.
"Untuk ke-25 kalinya dalam 26 tahun, Amerika Serikat akan menyatakan menolak resolusi ini," kata Nikki dalam sidang Majelis Umum, Selasa (31/10/2017) seperti dikutip Antara.
Baca Juga: FBI Buru Pelaku Kedua Serangan Truk di New York
Ia menuding Havana memanfaatkan pemungutan suara Majelis Umum setiap tahun "sebagai obyek bersinar untuk mengalihkan perhatian dunia dari kerusakan yang diakibatkannya terhadap rakyatnya sendiri serta pihak lainnya di Belahan Barat." Nikki mengatakan Majelis Umum tidak memiliki kekuasaan untuk mengakhiri embargo yang telah berlangsung berpuluh-puluh tahun terhadap Kuba itu.
Ia mengatakan embargo diterapkan berdasarkan undang-undang AS, yang hanya bisa diubah oleh Kongres AS.
Nikki mencemooh pemungutan suara di Majelis Umum itu sebagai "panggung politik" dan tindakan yang membuang-buang waktu.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Kuba Bruno Rodriguez Parilla memukul balik, dengan mengatakan bahwa embargo yang diterapkan AS merupakan "pelanggaran keji, besar-besaran dan sistematis terhadap hak-hak asasi manusia seluruh rakyat Kuba" dan termasuk "suatu tindakan pembersihan etnis."
Tahun lalu, Amerika Serikat menyatakan abstain saat pemungutan suara serupa pada Majelis Umum. Nikki menjelaskan bahwa posisi AS berubah karena terpilihnya Donald Trump sebagai presiden baru dan dirinya sebagai duta besar AS yang baru untuk PBB.
Baca Juga: Ronaldo Akhiri Paceklik Gol, Madrid Tumbang di Kandang Spurs
"Untuk pihak-pihak yang bingung soal di mana posisi Amerika Serikat berada, saya jelaskan: rakyat Amerika sudah menyatakan sesuai dengan hak mereka yang dilindungi undang-undang dasar. Mereka telah memilih presiden baru dan ia (Presiden Donald Trump, red) telah memilih duta besar baru untuk Perserikatan Bangsa-bangsa."