Suara.com - Pengadilan Pakistan pada, Rabu (1/11/2017), menjatuhkan hukuman penjara dan denda terhadap seorang lelaki yang menikah lagi tanpa mendapatkan izin dari istri pertamanya.
Hakim pengadilan, Ali Jawwad Naqvi, mengumumkan putusan di pengadilan tingkat rendah di Lahore, bahwa laki-laki tersebut harus menjalani hukuman penjara selama enam bulan dan denda 200.000 rupee Pakistan (sekitar Rp25,7 juta).
Hukuman tersebut merupakan putusan bersejarah yang disambut baik oleh para pembela hak-hak asasi perempuan.
Melalui putusan itu, pengadilan Pakistan untuk pertama kalinya berpihak kepada perempuan berdasarkan undang-undang keluarga 2015 serta petisi yang diajukan oleh Ayesha Bibi.
Baca Juga: Setara Institute Sebut Depok-Bogor Rawan Paham Radikalisme
Ayesha Bibi mengatakan bahwa suaminya, Shahzad Saqib, telah menikah untuk kedua kali tanpa persetujuannya.
"Menikah tanpa izin istri pertama adalah suatu tindakan yang melanggar hukum," kata Ayesha dalam surat permohonan yang diajukannya.
Pengadilan menolak alasan lelaki tersebut bahwa ia tidak perlu izin Ayesha karena agama yang dianutnya membolehkan ia menikah hingga empat kali.
Majelis Ideologi Islam (CII), yaitu lembaga yang memberikan saran kepada pemerintah soal kesesuaian hukum dengan Islam, kerap mengkritik tuntutan untuk mendapatkan persetujuan tertulis dari istri jika seorang suami ingin menikah lagi.
Namun, rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan CII tidak mengikat secara hukum.
Baca Juga: Miris, Murid SD di Karawang Berjalan 10 Km untuk ke Sekolah
Fauzia Viqar, ketua Komisi Status Perempuan Punjab--lembaga yang memajukan hak-hak perempuan--, menyambut putusan pengadilan itu sebagai jalan untuk memperkuat kedudukan perempuan di tengah masyarakat yang konservatif.
"Keputusan itu memunculkan suatu preseden penting, yang bisa mencegah praktik poligami serta dapat mendorong perempuan untuk membawa kasus mereka ke pengadilan. (Putusan) akan membuka kesadaran masyarakat secara umum dan perempuan, pada khususnya," kata Viqar.
Di Pakistan, poligami tidak dipraktikkan secara luas.
Tidak ada statistik, tapi Institut Pengkajian Kebijakan, yang merupakan oganisasi penelitian nirlaba di Islamabad, menemukan bahwa poligami paling banyak terjadi di daerah pedesaan di dalam keluarga-keluarga yang tanpa memiliki ahli waris laki-laki atau dalam kasus ketika seorang lelaki jatuh cinta kepada perempuan lain. [Antara]