Suara.com - Pertambahan populasi yang tinggi dan urbanisasi adalah fenomena yang harus dihadapi kota-kota di Indonesia. Hal itu berdampak pada meningkatnya kebutuhan atas rumah layak huni yang terjangkau, air bersih, dan sanitasi.
Ketidaksiapan pengelola kota akan berdampak pada tumbuhnya kawasan kumuh dan hunian liar.
Setiap Oktober, dunia memperingati Hari Habitat Dunia (HHD) pada Senin pertama dan Hari Kota Dunia (HKD) setiap 31 Oktober. Peringatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan perhatian komunitas internasional dan lokal tentang respons atas tantangan urbanisasi, mendorong kerja sama antara negara, dan mengupayakan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, mengatakan, urbanisasi adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Urbanisasi juga jangan dianggap sebagai tantangan namun tantangan yang harus diubah menjadi peluang, sebagai mesin pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.
"Menghadapi urbanisasi, perencanaan pembangunan perkotaan perlu dilakukan sebaik-baiknya," katanya beberapa waktu lalu.
Beberapa kota tampak cukup baik dalam merespons tuntutan urbanisasi, seperti Surabaya, Balikpapan, Semarang, Yogyakarta dan Pontianak.
Urbanisasi dan pertumbuhan penduduk juga dihadapi Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Kota yang tahun ini berusia 246 tahun tersebut juga memiliki lokasi permukiman kumuh perkotaan. Salah satunya di Kampung Beting, Kecamatan Pontianak Timur, yang saat ini sedang ditata oleh Kementerian PUPR bersama dengan Pemerintah Kota Pontianak.
Sekretaris Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR, Rina Agustin Indriani, mengatakan, penataan kawasan kumuh tidak hanya memperbaiki fisik infrastrukturnya saja, namun juga kualitas hidup masyarakat.
"Tidak hanya membangun infrastruktur fisik, namun juga mengajak masyarakat untuk lebih peduli pada kualitas lingkungannya," kata Rina, dalam kunjungannya bersama beberapa media nasional dalam rangka HHD dan HKD 2017.
Ia menambahkan, perencanaan penataan kawasan permukiman di tepian sungai ini dilakukan secara bersama-sama dengan Pemerintah Kota Pontianak dan masyarakat, sehingga semua pihak memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas lingkungan, sekaligus menjaga kualitas Sungai Kapuas yang menjadi kebanggaan kota dan sumber kehidupan masyarakat sejak ratusan tahun lalu.
Pada 2017-2018, Kementerian PUPR, melalui Ditjen Cipta Karya melakukan kegiatan pembangunan kawasan permukiman nelayan/tepi air di Kampung Beting. Melalui kegiatan tersebut dilakukan penataan dengan membangun jalan gertak tapak sepanjang 3,2 km, 13 jetty sampan dan perbaikan 27 jembatan kecil.
Pelaksanaannya dilakukan dalam dua tahun anggaran 2017-2018, dimana saat ini kemajuannya sudah 30 persen.
Penataan permukiman kumuh Kampung Beting juga terintegrasi dengan penataan tepian Sungai Kapuas di Tambelan Sampit, yang lokasinya tak jauh dari Kampung Beting. Penataan berupa pembangunan jalan gertak di tepian sungai yang dilengkapi dengan pagar besi sepanjang 1,2 km ini dilengkapi lampu penerangan jalan yang memadai, sehingga menjadi ruang terbuka yang indah.
Pemasangan pagar juga dimaksudkan untuk mencegah munculnya kembali hunian liar di tepi sungai, sekaligus mengurangi angka kriminalitas. Selain itu, dibangun juga gazebo dan jembatan penghubung antar anak sungai.
Penataan tepi Sungai Kapuas di Tambelan Sampit dikerjakan sejak 2016 dan saat ini kemajuannya sudah 90 persen, dengan target selesai pada Desember 2017.