Dia mengatakan bahwa kondisi sosial, budaya dan intelegensia masyarakat sekarang sudah berbeda dan tidak bisa disamakan ketika terjadi erupsi Gunung Agung pada 1963.
"Waktu itu korban banyak kenapa? Karena alat komunikasi tidak ada, alat deteksi tidak lengkap, alat transportasi nggak ada, jalan masih rusak, dan kondisi masyarakat juga berbeda dengan sekarang. Kalau dulu mungkin karena kepercayaan, malah ada nggak mau pergi," katanya.
Pastika menambahkan bahwa 26 Oktober 2017 akan diadakan rapat koordinasi kembali. Selain itu, Menko Maritim telah meminta PVMBG untuk melakukan kajian kembali dan harus ada "second opinion" dengan memperhatikan berbagai dampak status Awas.
"Faktanya memang kegiatan (gempa-red) menurun, hanya disebutkan lagi cadangan magma di bawah sekian. Okelah cadangan magma sekian, kalau tidak naik 'kan nggak apa-apa, kalaupun naik kan ada waktu. Kalau ada tanda-tanda mau naik, kasih tahu dong, kan ada alatnya. Bukan saya ngeyel, tetapi ini akibatnya panjang," ucap Pastika. (Antara)
Baca Juga: Anak Sekolah di Pengungsian Gunung Agung Diberi Dana BOS