Kontroversi Xi Jinping di Kongres Komunis Tiongkok

Reza Gunadha Suara.Com
Selasa, 24 Oktober 2017 | 13:09 WIB
Kontroversi Xi Jinping di Kongres Komunis Tiongkok
Presiden Cina, Xi Jinping. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden Tiongkok Xi Jinping kekinian menjadi pemimpin yang memunyai kuasa besar di negeri Panda tersebut, setelah mendiang pendiri RRT Mao Zedong.

Itu setelah Kongres ke-19 Partai Komunis Tiongkok (PKT) memutuskan memasukkan nama dan pemikiran Xi Jinping sebagai teori pembimbing partai maupun negara tersebut dalam konstitusinya.

Keputusan itu disepakati dalam pertemuan terakhir kongres PKT, setelah Xi Jinping berjanji membawa Tiongkok ke "era baru", yakni menjadi negara dominan dan adidaya di internasional.

Baca Juga: Menang di MA, Anies Siap Gusur Lahan Fatmawati untuk Proyek MRT

Secara teoritis, seperti dilansir The Guardian, Selasa (24/10/2017), PKT menyetujui pemikiran Xi mengenai "Sosialisme dengan karakterisasi Tiongkok untuk era baru" dimasukkan dalam kontitusi sebagai teori pembimbing.

"Partai kita semakin kuat dalam kepemimpinan di dalam negeri maupun dunia. Sistem sosialis kita mendemonstrasikan kekuatan dan vitalitas. Rakyat dan bangsa Tiongkok memunyai masa depan cerah," tegas Xi Jinping dalam pidato penutupan kongres di hadapan 2.200 delegasi.

Sejak RRT didirikan, PKT hanya menyetujui teori pembimbing partainya disebut sebagai "Marxisme-Leninisme dan Pemikiran Mao Zedong".

Sementara segala pembaruan mengenai tahapan sosialis Tiongkok dimasukkan sebagai wacana pendukung ideologi tersebut.

Pemikiran-pemikiran Mao telah diakui oleh dunia, terutama dalam bidang filsafat, politik, ekonomi, maupun kemiliteran. Bahkan, banyak gerakan rakyat di negara-negara lain mengklaim diri sebagai "Maois".

Baca Juga: Pendemo di Gedung DPR Diminta Tunggu Hasil Paripurna Perppu Ormas

Sementara dimasukkannya nama dan pemikiran Xi Jinping mengenai "Sosialisme berkarakter Tiongkok menuju era baru" dalam ideologi PKT, dinilai banyak pihak hanya karena alasan politis.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI