Suara.com - Perubahan! Kalimat tersebut acap kali terdengar dari seluruh pelaku industri yang mulai tergeser bisnisnya karena digitalisasi zaman yang menuntut kecepatan dan kemudahan pelayanan. Pos Indonesia adalah salah satunya. Namun, BUMN orange ini tidak berdiam diri dan hanya menjadi penonton dimana kompetitor-kompetitor saat ini tengah menikmati pundi-pundi di tengah geliat industri yang semakin digital tersebut. Pos Indonesia merespon positif dengan melakukan sejumlah pembenahan strategis dan siap menjadi bagian penting ekonomi digital Indonesia ke depan.
Ekonomi digital kini menjelma menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi sebuah negara. Bagi Indonesia, pertumbuhan ekonomi berbasis digital menjadi peluang sekaligus tantangan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Seperti yang kerap diutarakan Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan yang mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi digital dan memiliki potensi pasar yang cukup besar. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 250 juta, di mana 94,3 juta di antaranya adalah pengguna internet, Indonesia, sebut Jokowi mampu menjadi negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara.
Untuk meraih kesempatan tersebut, Indonesia membutuhkan percepatan infrastruktur strategis yang berkaitan dengan ekonomi digital agar tidak tertinggal. Indonesia harus membangun sistem keterkaitan logistik dunia dengan produk-produk yang ada di rural area, selain fasilitas yang diberikan kepada pelaku pemula ekonomi digital termasuk permodalan agar usahanya tumbuh dan berkelanjutan. Serta yang tidak kalah penting yaitu deregulasi strategis untuk mendukung perkembangan industri e-commerce nasional.
Senada dengan Presiden Joko Widodo, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mengungkapkan bahwa banyak tantangan yang harus dihadapi dalam ekonomi digital. Pada tahun 2020, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memproyeksikan ekonomi digital di Indonesia mampu tumbuh mencapai 130 miliar dollar AS atau Rp 1.700 triliun (kurs Rp Rp 13.333 per dollar AS). Angka proyeksi ekonomi digital 2020 ini diperkirakan sebesar 20 persen dari total PDB (produk domestik bruto) Indonesia. Proyeksi ini naik dari realisasi 2017 sebesar 75 miliar dollar AS atau Rp 1.000 triliun.
Untuk mencapai proyeksi ekonomi digital tersebut, terdapat tujuh syarat yang harus dipenuhi pemerintah. Syarat pertama yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai. Syarat kedua yaitu infrastrukur logistik yang harus dapat terpenuhi, karena seperti diketahui bahwa 24 persen PDB habis untuk keperluan logistik. Sedangkan syarat ketiga sampai ketujuh di antaranya proteksi konsumen, perpajakan, keamanan dan infrastruktur pendukung teknologi.
On The Track
Sadar akan pergeseran landscape bisnis yang berubah begitu cepat, PT Pos Indonesia (Persero) tentunya tidak ingin tertinggal ataupun tertidur lebih lama. Plat Merah ini merespon positif pergeseran dan persaingan tersebut dengan menciptakan berbagai inovasi strategis agar mampu menjadi winner pada zona yang memang Pos Indonesia realistis menjadi winner.
Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero), Gilarsi W. Setijono mengatakan bahwa “New Hope-nya” Pos Indonesia secara komersial adalah pada ekonomi digital atau e-commerce. Jika berbicara mengenai tiga pilar e-commerce (marketplace online, e-commerce logistic, payment gateway), dimana 2 dari ketiga pilar tersebut DNA-nya ada pada Pos Indonesia yaitu e-commerce logistic dan payment gateway. “Tinggal bagaimana perseroan memodernisasikan kedua pilar tersebut sehingga memiliki standarisasi dalam layanan berbasis digital. Kami tengah dalam proses modernisasi infrastruktur tersebut. Perlahan tapi pasti Pos Indonesia ke depan akan menjadi bagian penting ekonomi digital Indonesia,” ujar Gilarsi.
Saat ini, terang Gilarsi, Pos Indonesia tengah melakukan sejumlah pembenahan-pembenahan dalam upaya meningkatkan layanan berbasis digital. Diakui Gilarsi bahwa tidak mudah dalam melakukan perubahan strategis dengan fundamental Pos Indonesia di masa lalu yang sangat jauh berbeda dengan kondisi saat ini. “Artinya untuk bergerak ke arah tersebut dibutuhkan resources, SDM dan kompetensi. Pos Indonesia tengah memasuki fase on the track dalam hal tersebut,” ungkap Gilarsi.
Lebih lanjut Gilarsi mengungkapkan bahwa salah satu faktor dalam ekonomi digital adalah membangun infrastruktur teknologi yang benar-benar memadai dan mampu mendukung seluruh kegiatan operasional dan bisnis. Beberapa waktu lalu Pos Indonesia melakukan kerjasama dengan Telkom dalam membangun jaringan teknologi untuk mendukung kegiatan digitalisasi Pos Indonesia yang lebih baik ke depan. “Ini adalah langkah speed up perseroan dalam rangka mendukung infrastruktur IT Pos Indonesia,” ujar Gilarsi.
Kerjasama dengan Telkom merupakan sinergi untuk membangun infrastruktur backbone logistik dalam era e-commerce. Main idea-nya yaitu diibaratkan otak bertemu otot dimana Pos Indonesia dan Telkom dapat menjadikan logistik Indonesia berdaulat bukan saja di perkotaan tetapi sampai ke daerah rural di seluruh Indonesia. Sinergi tersebut sekaligus menjadi respon positif atas terbitnya keppres 74 tahun 2017 yang mencita-citakan agar pelaku industri/UMKM di seluruh wilayah rural bisa menikmati layanan e-commerce logistik yang strategis. Artinya dimana pun UMKM berada, mereka cukup melakukan produksi kemudian proses logistik dan integrasi secara elektronik baik di Indonesia maupun crossborder dapat ditangani dengan baik oleh Pos Indonesia dan Telkom.
Menurut Gilarsi secara bisnis kondisi saat ini bukan hanya menyoal persaingan yang semakin tajam, namun juga tuntutan masyarakat yang semakin tinggi. Pergeseran perilaku masyarakat menjadi berubah seiring dengan perkembangan teknologi. “Intinya masyarakat saat ini ingin cepat dan mudah,” ujar Gilarsi.
Untuk menunjukan eksistensi Pos Indonesia khususnya kepada generasi milenial, perseroan beberapa waktu melakukan inovasi dengan meluncurkan layanan m-kantorpos dan MailPos. Tidak hanya itu pada kesempatan yang sama dilakukan peluncuran sarana kerja Pak Pos (Mr Postman) yaitu Jaket Pengantar Pos. “Saat ini Perusahaan sedang melakukan Brand Rejuvanetion (re-branding), terutama pada bisnis jasa kurir. Salah satu strategi yang akan ditempuh adalah campaign melalui sarana kerja yang bersifat mobile dan dapat dengan mudah dilihat langsung oleh masyarakat luas, yaitu sarana kerja pengantar pos atau yang lebih dikenal Pak Pos atau Secara Branding dikenal dengan Mr. Postman,” jelas Gilarsi.
Ke depan, Pos Indonesia, imbuh Gilarsi senantiasa merelevankan kapasitas dan kompetensi seluruh kekuatan terhadap apa-apa yang menjadi relevan di depan bagi bisnis perseroan. Perseroan saat ini tengah fokus dan concern terhadap langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan agar bisnis Pos Indonesia bisa bertahan di tengah persaingan yang begitu ketat sehingga mampu bertahan di masa mendatang. Untuk itu, pria kelahiran 10 Februari 1962 tersebut menyebut terdapat 3 langkah sebagai key success agar bisnis Pos Indonesia kompetitif yaitu, agile (lincah), adabtable (mudah beradaptasi) dan speed (kecepatan). “Ketiga langkah tersebut yang akan membawa Pos Indonesia jauh lebih kompetitif ke depan sehingga sebagai fungsi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mampu menciptakan kinerja keuangan yang jauh lebih baik,” jelas Gilarsi .
Potensi Menjadi Point “O2O”
Aktivitas belanja online yang semakin tinggi terutama pada kalangan masyarakat milenial menjadikan bisnis kurir dan payment gateway tumbuh signifikan. Pemain-pemain kurir baru pun banyak bermunculan seiring potensinya yang explosive. Aktivitas belanja online pun pada akhirnya memberikan dampak terhadap sepinya pasar-pasar secara pertemuan fisik (tanah abang, harco glodok, pasar baru, dsb), dimana sebelumnya pasar-pasar tersebut merupakan tempat favorit masyarakat berbelanja.
Melihat fenomena tersebut, Direktur Ritel & Sumber Daya PT Pos Indonesia (Persero), Ira Puspa Dewi, mengungkapkan bahwa jika tidak ingin tertinggal dan terpuruk, mau tidak mau, suka tidak suka harus mengikuti zaman. “Sekarang zaman digital, tidak ada pilihan lain tentunya harus going digital juga, termasuk Pos Indonesia, dan Pos Indonesia kini tengah berada pada proses perubahan tersebut,” ujar Ira.
Seperti diketahui bahwa salah satu driver pertumbuhan perseroan ke depan adalah e-commerce. Terlebih, lanjut Ira, pada tahun 2020 angka pertumbuhan e-commerce Indonesia diproyeksikan akan lebih besar dari Tiongkok. Oleh karena itu ada beberapa hal yang harus direlevankan dengan core bisnis Pos Indonesia saat ini, yaitu sektor kurir dan jasa keuangan. Ira memastikan bahwa Pos Indonesia akan merealisasikan digitalisasi bagi kedua core bisnis tersebut. Dengan teknologi berbasis aplikasi dalam smartphone maka nantinya masyarakat akan merasakan kemudahan dan kecepatan layanan tersebut. “kirim-kirim paket nantinya sudah digital. Dalam aplikasi tersebut terdapat fasilitas “pick me” maka masyarakat bisa kirim-kirim paket dengan cara dijemput, kemudian diantar ke tujuan dan tentunya dengan tracking time yang betul-betul akurat. Demikian pula dengan layanan Financial Technology (Fintech),” papar Ira.
Selain itu, potensi lainnya yang dilihat oleh perseroan ke depannya adalah Pos Indonesia siap menjadi point “O2O” (Online To Offline), yaitu sebuah sistem transaksi dimana pembeli dapat melihat, memilih dan menentukan produk yang ingin dibelinya secara online di sebuah situs e-commerce, kemudian melakukan pembayaran dan pengambilan barang secara offline di gerai atau cabang perusahaan e-commerce tersebut secara langsung.
Menurut Ira masyarakat di Indonesia yang terkoneksi dengan sistem perbankan (bankable) hanya sebesar 36%. Artinya Pos Indonesia masih bisa memanfaatkan 64% masyarakat Indonesia yang belum bankable dan masih bisa berhubungan fisik dengan Pos Indonesia. Dengan 4.500 Kantor Pos yang tersebar ke seluruh pelosok negeri dan masih ditambah dengan Agenpos masih sangat memungkinkan untuk mendorong masyarakat memanfaatkan Pos Indonesia sebagai point “O2O”.
Nantinya di Kantor Pos akan dihadirkan e-kiosk yang berbentuk seperti mesin ATM ditujukan bagi masyarakat yang akan melakukan transaksi O2O. Jadi melalui e-kiosk tersebut masyarakat bisa memilih produk-produk mana saja yang akan dibeli kemudian pembayaran dan pengiriman produk tersebut melalui Pos Indonesia. Disinilah terjadinya pertemuan Online ke Offline dan Pos Indonesia menjadi point of meeting. Karena tidak semua masyarakat memiliki fasilitas internet dan bankable,” tutup Ira.
PT Pos Indonesia (Persero) Merespon Tantangan Ekonomi Digital
Fabiola Febrinastri Suara.Com
Selasa, 24 Oktober 2017 | 00:01 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Dialihfungsikan, Aset Gedung PT Pos Indonesia Jadi Point Arena Lokasi e-Sport
17 Mei 2024 | 17:40 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI