Suara.com - Sepanjang tahun 2016 sampai 2017, Presiden Joko Widodo sudah menyerahkan 147 ribu sertifikat tanah. Namun, kebijakan tersebut dianggap belum menyelesaikan masalah.
"Jadi reforma agraria bukan hanya berbicara tentang bagaimana pemerintah melegalkan hak atas tanah masyarakat,” kata staf Departemen Advokasi Kebijakan dan Pengembangan Jaringan Nasional Roni Septian Maulana di acara Evaluasi 3 Tahun dan Launching Posko Pengawasan Nawa Cita oleh Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, di Ke:Kini, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (20/10/2017).
Menurut dia hal yang paling penting untuk dilakukan sebenarnya menata ulang struktur kepemilikan tanah bagi orang yang memiliki kelebihan tanah atau tidak memiliki tanah sama sekali.
Dengan demikian, permasalahan sertifikat tanah bisa diatasi Jokowi apabila ada perubahan struktur penguasaan tanah secara adil.
Kemudian, penyelesaian masalah yang harus dilakukan bukan hanya sampai situ saja, pemerintah juga harus ikut hadir pasca pemberian tanah tersebut.
Sebab, kata dia, Jokowi pernah mengatakan sertifikat yang dimiliki rakyat bisa diajukan ke bank untuk penanaman modal sehingga masyarakat bisa mendapat untung lebih.
"KPA berpandangan reforma agraria dimana-mana bukan cuma masalah modal, yang dimaksud reforma dalam reforma agraria adalah pembangunan infrastruktur, kepastian pasar. Bagaimana mungkin petani punya modal tapi pasarnya nggak ada, jaminan pasar nggak ada," kata dia. (Maidian Reviani)