Suara.com - Pemerintah, melalui Kementerian Sosial (Kemensos) telah melakukan revolusi penyaluran bantuan sosial (bansos) non tunai sejak Juni 2016. Bila sebelumnya bansos disalurkan secara tunai, maka sejak pertengahan 2016, bansos disalurkan non tunai.
Lompatan besar tersebut dilakukan dalam upaya pemerataan ekonomi yang berkeadilan dan percepatan perwujudan kesejahteraan.
Menteri Sosial (Mensos), Khofifah Indar Parawansa, mengatakan, selain upaya pemerataan yang berkeadilan, penyaluran bansos non tunai juga efektif meminimalisir penyimpangan dalam penyaluran bansos, seperti tidak tepat sasaran, tidak tepat jumlah, tidak tepat kualitas, tidak tepat waktu, tidak tepat harga, dan tidak tepat administrasi.
Selain itu, penyaluran non tunai juga dimaksudkan untuk mengurangi perilaku konsumtif masyarakat, membangun kebiasaan menabung dan meningkatkan pemahaman penerima bantuan terkait pentingnya merencanakan keuangan dengan baik, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Dengan terkoneksinya mereka dengan industri keuangan, tentu saja berbagai layanan perbankan bisa diakses. Minimal mereka bisa menabung," ujarnya, di Jakarta, Jumat (20/10/2017).
Khofifah menerangkan, dua program prioritas nasional yang menerapkan sistem non tunai adalah Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Tahun ini, jumlah keluarga penerima manfaat (KPM) PKH sebanyak 6 juta keluarga, dan akan ditambah sebanyak 4 juta KPM pada 2018, sehingga total penerima (KPM) PKH mencapai 10 juta.
Sementara itu, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang saat ini menyasar 1,28 juta, juga bertambah menjadi 10 juta KPM. Seluruhnya akan disalurkan secara non tunai melalui Kartu Keluarga Sejahtera, dengan memanfaatkan jaringan perbankan milik himpunan bank negara, seperti BRI, BNI, Mandiri, dan BTN.
Khofifah melanjutkan, revolusi bansos non tunai yang dilakukan Kemensos, tidak lain wujud implementasi instruksi Presiden Joko Widodo pada April 2016, yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial secara Nontunai.
Presiden, kata Khofifah, minta agar ke depan, bantuan sosial tidak lagi diberikan dalam bentuk tunai namun melalui sistem perbankan. Hal tersebut sesuai dengan Strategi Nasional Keuangan Inklusif.
Karenanya, Khofifah yakin, penyaluran secara non tunai yang dilakukan Kemensos mampu mengerek kenaikan indeks keuangan inklusif hingga 75 persen pada 2019, dari posisi 2014 yang hanya 36 persen. Bank Indonesia (BI) sendiri memprediksi, tingkat inklusi keuangan pada 2017 mencapai 50-60 persen. Angka ini berdasarkan hasil survei internal yang dilakukan oleh pihak bank sentral.
Menurut Khofifah, teknologi yang dibenamkan dalam Kartu Keluarga Sejahtera, dengan fitur saving account dan e- wallet adalah yang pertama di dunia. Fitur e-wallet yang terdapat dalam KKS memungkinkan pengelompokkan nominal bantuan beserta peruntukkannya.
Sebenarnya, lanjut Khofifah, revolusi bansos ini sudah diramalkan sebelumnya 2010 oleh Armando Barrientos dan David Hulme dalam bukunya Just Give Money to the Poor. Dalam buku tersebut, ditulis bahwa di masa mendatang akan ada revolusi pembangunan dalam bidang perlindungan sosial dari negara-negara di selatan, khususnya Indonesia.
Tidak hanya itu, tambah dia, dalam majalah The Economics edisi September 2012 juga diramalkan bahwa tidak lama lagi akan terjadi revolusi "negara kesejahteraan" (welfare state) di Indonesia, seiring menguatnya komitmen pemerintah Indonesia dalam hal perlindungan sosial masyarakat.
"Saat ini revolusi itu benar-benar terjadi. Tidak mudah memang, karena perlu dilakukan pendampingan dan edukasi mengingat sasaran dan ukuran keberhasilannya adalah masyarakat miskin Indonesia," ungkapnya.
PKH Efektif Atasi Kemiskinan
Sementara itu, Khofifah menyebutkan, berdasarkan survei yang dirilis Kementerian Keuangan pada September 2017, PKH adalah jenis bantuan sosial yang memiliki dampak paling signifikan terhadap penurunan angka kemiskinan dan gini ratio (tingkat ketimpangan-red) di Indonesia. Tidak mengherankan jika jumlah KPM terus ditambah setiap tahunnya.
Bila pada 2015, jumlah KPM hanya 3,5 juta, maka pada 2016 dan 2017 jumlahnya ditambah Menjadi 2,5 juta penerima, sehingga totalnya mencapai 6 juta KPM. Pada 2018, pemerintah akan menambahnya kembali hingga mencapai 10 juta KPM.
"Begitu juga dari sisi anggaran. Jika tahun 2015, anggaran yang dialokasikan hanya sebesar Rp6,4 triliun, maka pada 2016 dan 2017, jumlahnya berkali lipat, masing-masing Rp7,7 triliun dan Rp11,3 triliun. Pada 2018, pemerintah kembali menaikkan hingga Rp17,3 triliun," paparnya.
Menurut Khofifah, ada beberapa indikator utama untuk melihat efektifitas PKH sesuai hasil evaluasi Bank Dunia, Bappenas, dan TNP2K. Pertama, aksesibilitas keluarga penerima manfaat dalam hal pendidikan, dimana terjadi peningkatan kehadiran siswa SD setelah menerima PKH dibandingkan sebelumnya sebesar 49,2 persen; SMP sebesar 49,9 persen; dan SMA sebesar 30,9 persen.
Selain itu, terdapat kenaikan persentase anak yang melanjutkan ke pendidikan menengah 8.8 persen dan berdampak pada penurunan jumlah pekerja anak.
Meningkatnya kehadiran pendidikan anak KPM ini, kata Khofifah, diikuti dengan munculnya anak-anak berprestasi yang berasal dari KPM PKH, baik di bidang akademik, olahraga, science, maupun keagamaan. Tidak sedikit pula anak KPM yang memperoleh beasiswa Bidik Misi dan luar negeri.
Kedua, dalam hal konsumsi rumah tangga, dimana terdapat peningkatan konsumsi perkapita yang cukup signifikan, yaitu di atas 10 persen. Tidak hanya itu, belanja pangan untuk protein juga mengalami kenaikan sebesar 6,8 persen.
Ketiga, dalam hal akses layanan kesehatan, Khofifah mengungkapkan, jumlah ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di fasilitas kesehatan mengalami kenaikan yang signifikan, yakni 45 persen, sementara pemeriksaan kesehatan balita juga naik 47 persen.
Dibandingkan sebelum mendapatkan PKH, juga terdapat peningkatan kelahiran di fasilitas kesehatan sebanyak 4,30 persen, peningkatan kelahiran dibantu tenaga medis sebanyak 6,10 persen, peningkatan imunisasi lengkap sebanyak 4,50 persen. PKH juga mendukung penurunan angka penderita kerdil berat atau stunting sebanyak 2,7 persen.
Transformasi Beras Sejahtera
Revolusi penyaluran beras sejahtera (Rastra) juga dilakukan pemerintah melalui Kemensos. Rastra bertransformasi dari subsidi beras bagi masyarakat berpendapatan rendah menjadi bantuan sosial dalam bentuk Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Bansos Rastra.
Transformasi dilakukan secara bertahap mulai 2017 di 44 kota yang telah melaksanakan BPNT, sedangkan sisanya, sebanyak 470 kabupaten/kota masih menggunakan skema subsidi Rastra.
Rencananya pada 2018, sasaran BPNT semakin diperluas hingga mencapai 10 juta KPM, yang menyasar 98 kota dan 118 kabupaten. Tidak berbeda jauh dengan PKH, penyaluran BPNT akan dilakukan melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang bekerja sama dengan BNI, BRI, Mandiri, dan BTN.
Per bulan, setiap KPM menerima bantuan sebesar Rp110.000, yang diperuntukkan bagi pembelian kebutuhan pangan tertentu, seperti beras, telur, minyak goreng dan gula.
Khofifah mengatakan, banyak keuntungan yang diperoleh dari perubahan mekanisme penyaluran Rastra ini. Selain lebih transparan, sistem non tunai juga memudahkan pengontrolan bantuan dan memperluas inklusi keuangan di masyarakat. KPM pun bebas memilih kualitas beras yang akan dibeli serta kebutuhan pangan lain.
"Ke depan, tidak akan ada lagi istilah 'Bagito' dalam Rastra alias bagi roto, karena hanya yang berhak yang akan menerima BPNT," imbuhnya.
Kemensos Bangun SIKS Next Generation
Sementara itu, Kemensos, melalui Pusat Data dan Informasi telah mengembangkan Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG). Ini merupakan tools yang telah dimutakhirkan dan digunakan untuk melakukan pemadanan data, verifikasi dan validasi data kemiskinan.
Penggunannya sendiri bisa dilakukan secara online maupun offline. Data yang terdapat dalam SIKS-NG sudah berupa by Name by Address.
"Sistem ini tidak lain adalah sarana untuk menghimpun dan menyajikan data dan informasi terkait penyelenggaraan kesejahteraan sosial di seluruh wilayah Indonesia yang terintegrasi dan selalu terbarukan (up to date)," ujarnya.
Khofifah menerangkan, data yang terdapat dalam SIKS-NG berasal dari basis data terpadu hasil pendataan Badan Pusat Statistik (BPS), yang selanjutnya menjadi acuan sasaran pelaksanaan program penanganan fakir miskin dan perlindungan sosial.
Saat ini, kata dia, Kemensos tengah menuntaskan pemutakhiran data terpadu yang akan menjadi acuan pemerintah dalam mengintegrasikan bantuan sosial non tunai pada 2018.
"Target verifikasi dan validasi data terpadu selesai akhir Oktober 2017. Setelah itu, data terpadu tersebut akan disahkan melalui Keputusan Menteri Sosial. Data inilah yang akan menjadi dasar bagi pemerintah untuk penerima Kartu Indonesia Sehat (KIS), sekaligus bagi bank untuk membukakan rekening bagi penerima manfaat dan mencetak Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)," tutur Khofifah.
"Selanjutnya, pemerintah akan mengisi dengan bansos dalam e-wallet (dompet elektronik) masing-masing. Hal ini berlaku bagi bantuan sosial Program Keluarga Harapan maupun Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan ke depan akan diintegrasikan lebih luas lagi, termasuk subsidi LPG 3 kg," tambah dia.
Mensos mengungkapkan, data tersebut diharapkan akan dipadankan oleh pemerintah daerah dengan harapan segera ikut melakukan koordinasi dengan pihak bank. Langkah selanjutnya, sesegera mungkin didistribusikan kepada penerima dan diaktivasi.
Apabila proses ini telah dilalui dengan baik, maka tahap berikutnya adalah memproses pencairan bantuan sosial oleh keluarga penerima manfaat.