Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Halim Pagarra mengaku telah berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan DKI untuk meminta Gubernur Jakarta Anies Baswedan mencopot lampu isyarat atau rotator yang dipasang di mobil pribadinya berplat nomor B 2507 BKU.
"Saya hanya berkoordinasi dengan Dishub untuk menghadap beliau (Anies)," kata Halim kepada Suara.com, Jumat (20/10/2017).
Polisi memang tengah gencar melakukan razia kendaraan yang menggunakan lampu rotator dan sirene tanpa hak sejak Rabu (11/10/2017). Razia yang turut melibatkan personel TNI dan petugas Dishub DKI akan dilaksanakan hingga 11 Novermber 2017.
Meski tak berkomunimasi langsung dengan Anies. Halim mengaku telah mendapatkan informasi jika Anies akan mencopot sendiri lampu rotator di mobil pribadinya.
Baca Juga: Infrastruktur Dibangun Serentak, Anies Keluhkan Kemacetan Ekstrem
"Beliau (Anies) bicara di media, katanya mau cabut sendiri," katanya.
Anies, kata Halim berjanji akan mentaati peraturan yang diterapkan kepolisian.
"Iya (beliau sudah janji)," kata Halim.
Sebelumnya, Kepala Subdit Pembinaan dan Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Budiyanto menyampaikan rotator dan sirene hanya diperbolehkan dipasang oleh kendaraan-kendaraan tertentu. Aturan itu juga sudah tertuang dalama Pasal 59 ayat 5 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Dia menjelaskan, lampu rotator warna biru dan sirene digunakan untuk kendaraan anggota polisi. Sementara, lampu rotator warna kuning tanpa sirine hanya digunakan bagi kendaraan patroli jalan tol, pengawasan sarana prasarana LLAJ, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, derek, dan Angkutan barang khusus. Sedangkan, lampu rotator merah dan sirene hanya digunakan untuk kendaraan tahanan, mobil pengawal TNI, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan mobil jenazah.
Baca Juga: Bonceng Motor Dishub Hindari Kemacetan, Anies Tak Nyaman
Budiyanto menyampaikan bagi kendaraan pribadi yang memasang lampu rotator dan sirene bisa dikenakan Pasal 287 ayat 4 juncto Pasal 59 dan Pasal 106 ayat 4 huruf atau Pasal 134 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ.
"Bisa terancam pidana dengan kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp250 ribu," kata Budiyanto.