Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Pasal 76I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak). Gugatan itu diajukan oleh seorang penjual cobek bernama Tajudin.
"Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat ketika membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, Kamis (19/10/2017).
Pemohon berpendapat bahwa kententuan Pasal 76I UU Perlindungan Anak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945. Terhadap dalil Pemohon, Mahkamah berpendapat tidak ada korelasi ataupun relevansi dari dalil Pemohon tersebut, sebab Pasal 76I UU Perlindungan Anak tidak menghalangi atau menghambat atau membatasi hak orang atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Mahkamah berpendapat jika Pemohon menganggap Pasal 76I UU Perlindungan Anak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, berarti Pemohon beranggapan bahwa mengeksploitasi anak secara ekonomi adalah bagian dari hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Baca Juga: Satgas Perlindungan Anak Tegaskan Paskibraka Gloria WNI
"Dalam hal ini penalaran Pemohon sungguh absurd, oleh karena itu dalil Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum," ucap Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna.
Selain itu, Mahkamah juga berpendapat bahwa persoalan yang dihadapi oleh Pemohon bukanlah persoalan konstitusionalitas undang-undang, melainkan implementasi dari undang-undang itu sendiri.
"Apabila dalam suatu kasus konkret seseorang dipidana karena terbukti melakukan perbuatan yang dilarang oleh Pasal 76I UU Perlindungan Anak, hal itu bukan berarti pasal a quo bertentangan dengan UUD 1945," ujar Palguna.
Hal itu dinilai Mahkamah karena hakim menilai bahwa dalam kasus tersebut, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh penuntut umum.
Baca Juga: Yohana Ingin Perppu Perlindungan Anak Jadi Kado Hari Anak
Dalam pertimbangannya Mahkamah menjelaskan, jika orang yang bersangkutan merasa tidak bersalah, sistem peradilan pidana telah menyediakan upaya hukum melalui upaya hukum biasa, yaitu banding dan kasasi, hingga upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali.
"Hal itu sepenuhnya merupakan kewenangan Mahkamah Agung dan pengadilan di bawahnya yang berada dalam lingkungan peradilan umum," jelas Palguna.
Tajudin selaku Pemohon dalam perkara ini sempat menjalani hukuman selama sembilan bulan dengan dakwaan mempekerjakan anak di bawah umur. Tajudin kemudian dibebaskan pada 14 Januari 2017 karena tidak terbukti bersalah atas dakwaan tersebut.
Atas kasus yang menimpanya, Tajudin kemudian meminta Mahkamah menafsirkan frasa "eksploitasi secara ekonomi" dalam Pasal 76I UU Perlindungan Anak dengan lebih jelas. (Antara)