MK Menolak Uji Materi UU Pemda untuk Bentuk Provinsi Madura

Kamis, 19 Oktober 2017 | 21:27 WIB
MK Menolak Uji Materi UU Pemda untuk Bentuk Provinsi Madura
Sidang Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (5/9/2017). [Suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji Pasal 34 ayat (2) huruf d dan Pasal 35 ayat (4) huruf a UU Pemda yang diajukan oleh beberapa kepala daerah terkait dengan pembentukan Provinsi Madura.

"Permohonan Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, Pemohon VI, Pemohon VII, Pemohon VIII, Pemohon IX, dan Pemohon X tidak dapat diterima. Selain itu, menolak permohonan Pemohon XI untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Gedung MK Jakarta, Kamis (19/10/2016).

Pemohon I sampai dengan Pemohon VIII dalam perkara ini adalah Bupati Bangkalan Muhammad Makmun, Wakil Bupati Sampang Fadhilah Budiono, Bupati Pamekasan Achmad Syafii, Bupati Sumenep Busyro Karim, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bangkalan Imron Rosyadi, Ketua DPRD Kabupaten Sampang Imam Ubaidillah, Ketua DPRD Kabupaten Pamekasan Halili, dan Ketua DPRD Kabupaten Sumenep Herman Dali Kusuma.

Sementara Pemohon IX sampai dengan Pemohon XI adalah Ketua Aliansi Ulama Madura (AUMA) Ali Karrar Shinhaji, Sekjen Badan Silahturrahmi Ulama dan Pesantren Madura (Bassra) Nurudin A Rachman, serta Ketua Umum Panitia Nasional Persiapan Pembentukan Provinsi Madura Achmad Zaini.

Baca Juga: Pose Hadap Laut dan Gunakan Pepatah Madura, Apa Maksud Anies?

Para Pemohon menilai ketentuan dalam pasal-pasal a quo menjadi hambatan Madura untuk dapat berdiri sendiri sebagai provinsi baru, karena kedua pasal tersebut berisi syarat pembentukan provinsi baru minimal 5 kabupaten atau kota.

Atas dalil para Pemohon, Mahkamah berpendapat bahwa syarat minimal lima wilayah kabupaten atau kota tidak diatur dan dibatasi oleh Pasal 18 ayat (1) UUD 1945, karena hal itu sepenuhnya merupakan kewenangan pembentuk undang-undang.

Norma tersebut dinilai Mahkamah sebagai kebijakan hukum terbuka sehingga tidak dapat dinyatakan bertentangan dengan konstitusi, selama norma tersebut tidak melanggar moralitas, rasionalitas, juga bukan merupakan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi serta tidak melampaui kewenangan pembentuk undang-undang.

"Karena itu, berapapun jumlah yang digunakan sebagai syarat cakupan wilayah (syarat kapasitas) sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (4) huruf a UU Pemda, tidak dapat dinilai bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) UUD 1945," ujar Hakim Konstitusi Aswanto.

Mahkamah juga menegaskan bahwa isu dalam perkara ini merupakan isu konkret dari pelaksanaan undang-undang dan bukanlah kewenangan Mahkamah untuk menilai.

Baca Juga: Mulai Hari Ini Bandara di Madura Layani Penerbangan Komersial

"Yang akan dinilai dan diadili oleh MK sebatas konstitusionalitas pasal a quo, tidak secara khusus penilaian terhadap usulan pembentukan Provinsi Madura sebagaimana diuraikan dalam permohonan Pemohon," jelas Aswanto. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI