Suara.com - Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), mengatakan, keberhasilan pembangunan infrastruktur sebagai salah satu kunci untuk memenangkan kompetisi global membutuhkan tenaga kerja konstruksi dalam jumlah besar yang andal, terampil, terlatih, dan bersertifikat. Hal tersebut disampaikannya saat membuka kegiatan sertifikasi serentak di 7 kota di Indonesia, yang dihadiri 9.700 tenaga kerja konstruksi, di Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Kamis (19/10/2017).
“Dengan tenaga kerja konstruksi yang terampil, terlatih dan bersertifikat, saya yakin, kita bisa mengejar ketertinggalan infrastruktur, terutama jika kita ingin meningkatkan kualitas. Tadi saya tanya Menteri PUPR, berapa jumlah tenaga kerja konstruksi di Indonesia, baik yang bekerja di pemerintah, BUMN dan swasta. Ada sekitar 7 juta tenaga kerja. Dari jumlah tersebut, baru 9 persen atau sekitar 600 ribu orang yang bersertifikat. Artinya, masih sedikit sekali,” katanya.
Turut hadir dalam acara tersebut, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, dan anggota Komisi V DPR RI, Nusyirwan Soedjono.
Sambutan Presiden Jokowi bisa disaksikan melalui layar teleconfrence oleh para tenaga kerja konstruksi yang mengikuti sertifikasi di 6 kota lainnya, yakni di Banda Aceh sebanyak 1.088 orang, Palembang sebanyak 402 orang, Makasar sebanyak 838, Surabaya 621 orang, Banjarmasin sebanyak 406 orang, dan Jayapura sebanyak 1.017 orang.
Di Jakarta sendiri, sertifikasi diikuti oleh tenaga kerja konstruksi yang bekerja pada proyek renovasi kompleks GBK, proyek pembangunan kereta cepat (MRT), proyek pembangunan kereta ringan cepat (LRT), dan proyek infrastruktur di lingkungan pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sebanyak 5.328 orang.
“Saya mengingatkan agar jangan berhenti pada selembar sertifikat. Sertifikat sangat perlu. Saya minta mutunya, kualitasnya, standar-standarnya, betul-betul kita jaga bersama. Penjaminan mutu tenaga kerja konstruksi dilakukan dengan terus menerus dengan pelatihan-pelatihan untuk mengadaptasi perkembangan teknologi terbaru, karena setiap saat, teknologi berubah, mengingat kemajuan teknologi sangat cepat berubahnya termasuk konstruksi,” kata Presiden Jokowi lagi.
Ia juga mengingatkan agar program percepatan sertifikasi ini jangan dijadikan ajang jual beli, sehingga tujuan utama untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja konstruksi tidak tercapai. Para tenaga kerja konstruksi Indonesia harus memiliki kepercayaan diri dapat menghasilkan kualitas konstruksi, yang tidak kalah dengan tenaga kerja konstruksi negara maju, seperti Jepang dan Jerman.
“Kita harus merasa yakin, kita bisa melakukan seperti yang mereka kerjakan. Jangan merasa inferior, jangan merasa minder, tetapi kita memang harus meningkatkan lagi kualitas keterampilan agar kita terlatih, sehingga barang-barang, konstruksi-konstruksi betul-betul memiliki kualitas,” tegasnya.
Sementara itu, Basuki, mengingatkan para peserta sertifikasi yang akan mengikuti ujian kompetensi, untuk mengikuti kegiatan ini setelah sebelumnya mendapatkan pelatihan selama dua hari. Setelah bersertifikat, mereka bisa mendapatkan manfaat, antara lain pengakuan dan perlindungan hukum atas profesinya, besaran gaji atau upah yang lebih besar daripada mereka yang belum bersertifikat, dan mendapatkan jaminan asuransi kesehatan.
"Dalam kerangka acuan kerja, tenaga kerja yang bekerja di PUPR harus bersertifikat dan tenaga kerja bersertifikat akan digaji sesuai standar upah (billing rate), termasuk mendapatkan asuransi. Kalau tidak ada sertifikat, biasanya asuransi tidak mau," kata Menteri Basuki.
Adapun besaran biaya sertifikasi tersebut mencapai Rp 3 juta per orang, salah satu diantaranya untuk jasa asesor. Kementerian PUPR menargetkan tambahan tenaga kerja konstruksi bersertifikat sebanyak 30 ribu orang pada akhir 2017, dimana hingga awal Oktober ini sudah mencapai 24 ribu orang.
Adapun target 2018, 20 ribu tenaga kerja konstruksi di Indonesia sudah harus bersertifikat.
Sementara itu, Kepala Balitbang yang juga Plt. Dirjen Bina Konstruksi, Danis H. Sumadilaga mengatakan, kegiatan sertifikasi ini dilakukan untuk menjalankan amanat Undang-Undang No.2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, dimana pasal 70 mewajibkan setiap tenaga kerja konstruksi memiliki sertifikat kompetensi kerja. Para pengguna jasa dan/atau penyedia jasa juga wajib mempekerjakan tenaga kerja yang memiliki sertifikat kompetensi kerja.
Turut hadir mendampingi Basuki pada kesempatan tersebut adalah Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR, Anita Firmanti, Inspektur Jenderal, Rildo Ananda Anwar, Dirjen Cipta Karya, Sri Hartoyo, Dirjen Penyediaan Perumahan, Syarif Burhanuddin, Dirjen Sumber Daya Air, Imam Santoso, Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW), Rido Matari Ichwan, dan Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi Industri dan Lingkungan, Khalawi AH.