Suara.com - Wakil Ketua MPR Mahyudin menegaskan, tak perlu memakai istilah-istilah bertendensi diskriminasi suku, agama, ras, dan antargolongan dalam berpolitik di Tanah Air.
Penegasan Mahyudin itu sebagai respons atas polemik penggunaan diksi ”pribumi” dalam pidato pertama Anies Baswedan setelah dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta, Senin (16/10) malam.
"Sebaiknya semua tidak usah membawa SARA di dalam politik. Termasuk istilah ’pribumi’, karena itu tidak usah dibuka-buka lagi," kata Mahyudin di Hotel Kartika Chandra, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (19/10/2017).
Baca Juga: Telanjang dan Tabrak 3 Pengendara, Megawati Punya Sakit Syaraf
Menurut Mahyudin, penggunaan kata ”pribumi” untuk menunjukkan warga negara Indonesia di zaman Belanda justru memiliki konotasi negatif. Pasalnya, pribumi adalah kasta yang paling rendah kala itu.
"Zaman Belanda, istilah pribumi itu menunjukkan kasta yang rendah. Karena Belanda dulu kasta pertama itu Eropa, kemudian Timur Tengah dan Cina itu kasta kedua, inlander dan pribumi itu dimasukkan dalam kasta ke tiga," ujar Mahyudin.
Mahyudin mengatakan, saat ini yang perlu dilakukan oleh pemimpin yaitu merangkul semua golongan dan tak lagi membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lain.
"Saya kira saatnya membangun Indonesia dibangun untuk semua oleh semua. Jadi tidak usah bawa-bawa SARA di dalam membangun," tutur Mahyudin.
Baca Juga: Setnov Yakin Densus Tipikor Polri Efektif, Ini Alasannya