Suara.com - Selama tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pembangunan infrastruktur menjadi program prioritas nasional. Ketersediaan infrastruktur diperlukan untuk mewujudkan Nawacita, karena membangun konektivitas yang berguna untuk meningkatkan daya saing, membangun dari pinggiran, mendukung ketahanan pangan dan air, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat di kawasan permukiman.
"Pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia semata-mata untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dari negara tetangga, sehingga daya saing kita bisa terus meningkat. Membangun infrastruktur bukan untuk bermewah-mewahan, tapi membuat wilayah Indonesia bisa menjadi lebih atraktif untuk investasi," kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, beberapa waktu lalu.
Daya saing Indonesia di tingkat global sendiri telah berhasil naik dari peringkat 41 pada 2016, menjadi 36 pada 2017. Demikian halnya dengan daya saing infrastruktur, sebagai salah satu pilar indeks daya saing global, juga meningkat menjadi peringkat 52, dari sebelumnya di posisi 60.
Keberhasilan tersebut tidak hanya melalui pembangunan fisik infrastruktur, melainkan juga melalui reformasi regulasi yang mengurai hambatan pembangunan.
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian PUPR, Danis H. Sumadilaga, yang mewakili Menteri PUPR, menyampaikan berbagai capaian pembangunan infrastruktur dalam konferensi pers "Tiga Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla", di Gedung Bina Graha, Jakarta, Selasa (17/10/2017).
Turut hadir sebagai narasumber, Menteri Kordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), AAGN Puspayoga, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, Kepala BKPM, Thomas Lembong, dan Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo.
Menurut Danis, pembangunan infrastruktur oleh Kementerian PUPR telah menganut prinsip Indonesia sentris, karena dilakukan di berbagai wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Target pembangunan infrastruktur Kementerian PUPR tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan Rencana Strategis Kementerian PUPR.
Berdasarkan sisi konektivitas, target pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan hingga 2019 adalah untuk membuka keterisolasian dan menurunkan biaya logistik melalui penambahan panjang jalan baru sepanjang 2.600 km. Pembangunan jalan dan jembatan baru banyak dilakukan di kawasan timur Indonesia, seperti di Trans Kalimantan, Trans Papua, jalan perbatasan di Papua, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur, dimana hingga 2017 sudah terbangun 2.623 km, atau telah melebihi target.
Salah satu hasil pembangunan adalah jalan perbatasan Kalimantan, dengan panjang mencapai 1.921 km, yang ditargetkan tembus seluruhnya pada 2019. Saat ini sudah berhasil ditembus oleh Kementerian PUPR bersama Zeni TNI sepanjang 1.588 km, sementara untuk target pembangunan jembatan sepanjang 29.859 m, sudah terbangun hingga Oktober 2017 sepanjang 25.149 m.
Terkait target pembangunan jalan tol (2015-2019) sepanjang 1.000 km pada akhir 2017, diperkirakan akan selesai sepanjang 568 km. Namun pada 2019, jalan tol yang dapat diselesaikan oleh Kementerian PUPR bisa mencapai 1.851 km.
Untuk mendukung ketahanan pangan dan air, pembangunan 65 bendungan di berbagai wilayah Indonesia, yang terdiri dari 49 bendungan baru dan 16 bendungan lanjutan akan menambah tampungan air Indonesia sebesar 19,1 miliar m3. Pembangunan bendungan dinilai sangat vital untuk memenuhi kebutuhan air irigasi, air baku, pengendalian banjir, pembangkit listrik, dan memiliki potensi pariwisata.
Dalam kurun waktu 3 tahun, yaitu 2015-2017, bendungan yang berada dalam proses pembangunan sebanyak 39 unit, dimana 30 bendungan diantaranya sudah mulai dibangun sejak akhir 2015. Saat ini, bendungan yang telah selesai ada 7 unit, yaitu Bendungan Rajui, Jatigede, Bajulmati, Nipah, Titab, Paya Seunara, dan Teritib.
Pada 2017 ditargetkan dua bendungan selesai, yaitu Bendungan Raknamo di NTT dan Tanju di NTB.
Sementara itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional terjadi penambahan luas layanan irigasi bendungan dari semula 761.542 ha (11 persen) menjadi 859.626 ha (12,9 persen), peningkatan tampungan air sebesar 1.031 juta m3, penambahan pasokan air baku sebesar 5 m3/dtk, dan potensi energi sebesar 112 MW.
Dalam tiga tahun ini juga telah dibangun jaringan irigasi permukaan 529.335 ha, dari target lima tahun sebanyak 1 juta ha.
Di sektor infrastruktur permukiman, dari target tambahan pasokan air minum 34.319 liter/detik hingga 2019, tapi dalam tiga tahun ini telah mencapai 16.117 liter/detik.
Target infrastruktur sanitasi dan persampahan yang bisa melayani 12,1 juta kepala keluarga, dalam tiga tahun telah mencapai 7,7 juta kepala keluarga, sementara untuk penataan kawasan permukiman yang ditargetkan bisa tertangani seluas 38.431 ha hingga 2017, telah ditangani 6.763 ha.
Di bidang lainnya, target penanganan lokasi kumuh kemungkinan besar tidak tercapai hingga 2019.
“Penataan kawasan permukiman perkotaan kemungkinan tidak tercapai, mengingat kompleksitas masalah sosial. Sebelumnya dibutuhkan waktu yang cukup untuk sosialisasi kepada masyarakat dan kerja sama berbagai pihak. Tidak mudah menata kawasan kumuh, apalagi jika harus memindahkan keluarga atau komunitas,” jelas Danis.
Sementara untuk Program Satu Juta Rumah, dalam 3 tahun telah dibangun 2,2 juta unit, dimana 15 persen pendanaannya berasal dari stimulan APBN.
“Kita mendorong badan usaha untuk lebih aktif membangun rumah MBR, salah satunya melalui konsep hunian terintegrasi dengan stasiun kereta atau TOD. TOD yang sudah diresmikan diantaranya di Pondok Cina, Tanjung Barat, dan Senen. Hunian TOD ini rencananya juga akan dibangun di Depok dan Bogor,” tegas Danis.
Terobosan ini tentunya akan mengurangi secara bertahap backlog perumahan di Indonesia yang saat ini mencapai 11,4 juta unit, dengan didukung kebijakan pemerintah melalui penyederhanaan perizinan dan memangkas perizinan yang kurang produktif.