Suara.com - Jaksa Agung, M. Prasetyo, belum dapat bergabung dengan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi yang dibentuk Polri sebelum ada undang-undang yang mendasari. Saat ini, belum ada payung hukum kejaksaan bergabung dengan Densus Tipikor.
Selama belum ada UU yang mendasari kejaksaan bergabung dengan Densus Tipikor Polri, Kejaksaan Agung akan tetap menjalankan tugas seperti biasanya. Kejaksaan memiliki satuan tugas yang khusus menangani pemberantasan korupsi, yaitu Satgasus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tipikor.
Jika Densus Tipikor Polri nanti terbentuk, kejaksaan tentu akan membantu. Hal itu diutarakan Prasetyo di sela-sela rapat gabungan Komisi III DPR dengan Jaksa Agung, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan pimpinan KPK, Senin (16/10/2017).
"Kalau densus dibentuk Polri kita akan perkuat lagi dari sisi personel, dar sisi revitalisasi, supaya kita bisa menampung hasil kerja densus tipikor yang dibentuk polri. Kami sudah punya satgasus, jauh sebelum ada pemikiran Densus Tipikor kami sudah punya, hanya saja namanya satgasus. Dan kami sama sekali tidak ada tambahan biaya operasional," kata Prasetyo.
Prasetyo berharap kewenangan Densus Tipikor tidak tumpang tindih dengan pemberantasan korupsi yang sekarang sudah berjalan. Prasetyo mengatakan sudah ada aturan pembagian tugas penanganan kasus korupsi bahwa KPK menangani kasus yang nilai yang kerugian negaranya di atas Rp1 miliar.
"Tenang nanti ada batasan-batasan. Kalau sesuai undang-undang KPK itu menangani kasus yang 1 miliar ke atas. Seperti itu. Nanti kita akan rumuskan lagi. Sekarang ini bagaimana tindak pidana korupsi bisa ditangani bersama, secara lebih terintegratif," ujarnya.
Tito Karnavian memaparkan dua metode kerja untuk densus. Polri sebelumnya sudah mengajukan anggaran untuk Densus Tipikor sebesar Rp2,6 triliun.
"Pertama, dibentuk satu atap dengan Jaksa Penuntut Umum sehingga kepemimpinannya bukan dari Polri namun kami usulkan satu perwira tinggi bintang dua Kepolisian, satu dari Kejaksaan, dan satu dari Badan Pemeriksa Keuangan," kata Tito.
Pimpinan densus bersifat bukan subordinat, melainkan kolektif kolegial dengan demikian sulit diintervensi.
Metode kedua adalah sistem kerja tanpa satu atap, namun seperti Densus 88 Antiteror. Densus 88 dipimpin perwira tinggi Polri berbintang dua.
"Sementara di Kejaksaan ada Satgas khusus sehingga bisa koordinasi dalam pemberantasan korupsi. Seperti Densus 88, sudah ada Satgas penuntutan di Kejaksaan tujuannya agar tidak ada bolak balik perkara ketika berkas selesai," ujarnya.
TIto menekankan pembentukan Densus Tipikor bukan untuk menyaingi KPK. Densus, katanya, akan berbagi tugas dengan KPK dalam penanganan kasus korupsi.
"Saya tegaskan bahwa kehadiran Densus Tipikor Polri bukan menegasikan rekan-rekan penegak hukum lain, bukan untuk menyaingi KPK dan Kejaksaan. Namun kasus korupsi sangat luas sehingga bisa bagi tugas," ujarnya.