Suara.com - Komisi III DPR menggelar rapat gabungan dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan Jaksa Agung M Prasetya serta pimpinan KPK, Senin (16/10/29/2017). Rapat itu membahas tentang Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor).
Kapolri Jenderal Tito Karnavian memaparkan, ada dua metode kerja untuk densus yang mengajukan anggaran sebesar Rp2,6 triliun itu.
"Pertama, dibentuk satu atap dengan Jaksa Penuntut Umum sehingga kepemimpinannya bukan dari Polri namun kami usulkan satu perwira tinggi bintang dua Kepolisian, satu dari Kejaksaan, dan satu dari Badan Pemeriksa Keuangan," kata Tito dalam Rapat Kerja Komisi III DPR, di Jakarta, Senin (16/10/2017).
Baca Juga: Arzeti Bilbina: Bismillah, Doain Dong
Untuk metode kerja ini, kata Tito, pimpinan densus bersifat bukan subordinat, namun kolektif kolegial. Dengan sifat yang seperti ini, Densus Tipikor sulit diintervensi.
Sedangkan metode kedua, sambung Tito, adalah sistem kerja tanpa satu atap namun seperti Detasemen Khusus 88 Anti-teror. Dengan begitu, Densus Tipikor yang ada di Polri ini dipimpin perwira tinggi Polri berbintang dua.
"Sementara di Kejaksaan ada Satgas khusus sehingga bisa koordinasi dalam pemberantasan korupsi. Seperti Densus 88, sudah ada Satgas penuntutan di Kejaksaan tujuannya agar tidak ada bolak balik perkara ketika berkas selesai," ujarnya.
Dalam kesempatan ini dia menegaskan, pembentukan Densus Tipikor ini bukan untuk menyaingi KPK. Katanya, Densus ini nantinya bisa saling berbagi tugas dengan KPK untuk penanganan kasus korupsi.
"Saya tegaskan bahwa kehadiran Densus Tipikor Polri bukan menegasikan rekan-rekan penegak hukum lain, bukan untuk menyaingi KPK dan Kejaksaan. Namun kasus korupsi sangat luas sehingga bisa bagi tugas," ujarnya.
Baca Juga: Farhat Ngadu ke Polda, Raffi Ahmad Diduga Pakai Plat Mobil Palsu